Tradisi merupakan
bagian dari kebudayaan yang telah dikembangkan oleh masyarakat sebagai pendukungnya.
Berkembangnya tradisi sejalan dengan perkembangan kehidupan manusia dalam
usahanya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dari usaha tersebut maka manusia mulai
berusaha untuk membuat peralatan-peralatan yang digunakan untuk membantu
keterbatasan fisiknya. Dari kejadian
atau peristiwa yang pernah dialami maka manusia memperoleh pengalaman yang
berharga. Pengalaman-pengalaman tersebut kemudian mereka tuangkan dalam bentuk
tradisi agar dapat dilanjutkan oleh generasi penerusnya. Sebagai contoh adalah tradisi
kebudayaan batu pada masyarakat prasejarah atau praaksara, mereka membuat kapak
perimbas, kapak lonjong dan sebagainya. Peralatan-peralatan dari batu tersebut
kemudian digunakan untuk membantu keterbatasan fisiknya dalam memenuhi
kebutuhan makan dengan cara berburu dan meramu.
Kemudian tradisi-tradisi mengalami perkembangan
labih lanjut sejalan dengan kemajuan tingkat berpikir manusia. Perkembangan
tingkat berfikir manusia merupakan hasil proses adaptasi dengan lingkungan
alam, sosial dan budaya. Dengan demikian unsur-unsur kebudayaan yang datangnya
dari luar ikut berperanan dalam proses perkembangan tradisi kebudayaan.
Unsur kebudayaan
asing yang ikut berpengaruh terhadap terjadinya perubahan-perubahan di
Indonesia adalah kebudyaan India
yang bercorak Hindu-Budha. Masuknya unsur kebudayaan India
ini diawali dengan terjadinya hubungan dagang antara India
dengan Cina yang melalui perairan Indonesia. Akan tetapi pengaruh
kebudayaan Indialah yang lebih besar terhadap perkembangan kebudayaan di Indonesia.
Hal ini dapat dilihat pada daerah-daerah di Indonesia yang mendapat pengaruh
kebudayaan India,
seperti berikut :
a. Daerah-daerah
yang dipengaruhi unsur Budha di Indonesia.
Pada abad VII –
IX pengaruh unsur agama Budha menyebar ke wilayah Indonesia seperti Sempaga
(Sulawesi Selatan), Jember (Jawa Timur), Bukit Siguntang (Sumatra Selatan),
Kota Bangun (Kutai, Kalimantan Timur).
b. Daerah-daerah yang dipengaruhi unsur Hindu di
Indonesia.
Daerah-daerah di Indonesia yang mendapat pengaruh agama
Hindu antara lain adalah Kutai (Kalimantan Timur), Tarumanegara (Jawa Barat),
kemudian menyebar ke Ho-Ling, Mataram Kuno, Kanjuruhan, (Jawa Tengah), Kediri, Singasari, Majapahit ( Jawa Timur),
Sunda (Jawa Barat) dan Bali.
Pada perkembangan lebih lanjut terjadi proses akulturasi
dan asimilasi antar unsur kebudayaan asli Indonesia
dengan unsur kebudayaan India.
Dengan terjadinya proses yang demikian, maka membawa perubahan-perubahan besar
terhadap kebudayaan Indonesia
dalam berbagai bidang kehidupan. Sedangkan bidang-bidang kebudayaan antara lain
sebagai berikut :
a.
Seni Bangunan atau Arsitektur
Sejak masuknya pengaruh
kebudayaan India, maka di Indonesia
berkembanglah tradisi seni bangunan yang sebenarnya telah dimiliki oleh manusia
prasejarah atau praaksara. Namun dalam perkembangan ini terjadi akulturasi
antara kebudayaan asli Indonesia
yaitu punden berundak-undak yang digunakan untuk membuat bangunan candi.
Sedangkan unsur kebudayaan pada bangunan
candi yang lain adalah stupa, lingga dan yoni, yang hampir mirip dengan menhir
dari kebudayaan megalithikum.
a.
Kesenian
Unsur kebudayaan India yang kemudian berkembang lagi di Indonesia
adalah kesenian, terutama relief dan patung yang digunakan untuk menghiasi
bangunan-bangunan candi. Hiasan relief yang diukir pada bongkahan batu
menandakan masih dipertahankannya kubudayaan megalithikum. Sedangkan pada sisi
lain ragam hias tersebut menggambarkan seluruh aspek kehidupan yang berhubungan
dengan lingkungan alam, sosial, budaya dan religius.
Selain aspek-aspek kehidupan yang digambarkan
melalui relief, aspek kehidupan manusiapun digambarkan pula dalam bentuk
patung. Sehingga bentuk gambaran kehidupan baik melalui relief dan patung tidak
hanya mengandung makna yang bersifat religius saja, tetapi yang lebih penting
adalah hubungan manusia dengan lingkungan alam. Dari perpaduan relief dan
patung menunjukkan bahwa antara manusia dengan alam terdapat saling
ketergantungan.
a.
Kepercayaan atau Agama
Dalam masyarkat prasejarah atau
praaksara di Indonesia
telah dikembangkan suatu sistim kepercayaan animisme dan dinamisme. Tetapi
setelah pengaruh kebudayaan India
masuk ke Indonesia,
masyarakat prasejarah atau praaksara mulai mengenal agama Hindu dan Budha.
Meskipun telah menganut agama Hindu dan Budha, namun tidak meninggalkan
kepercayaan animisme dan dinamisme.
Arca atau patung
merupakan wujud akulturasi kepercayaan terhadap arwah leluhur dengan agama
Hindu maupun Budha. Sehingga pada saat itu terdapat tradisi yang mendewakan
atau kultusindividu terhadap seorang raja sebagai keturunan dewa.
Contohnya arca perwujudan raja Anusapati
sebagai Siwa pada candi Kidal, arca perwujudan raja Rajasa pada candi
Kagenengan, arca perwujudan raja Wisnuwardhana sebagai Budha pada candi
Tumpang, arca perwujudan raja Airlangga sebagai Wisnu yang sedang naik garuda
dan sebagainya.
a.
Bahasa dan Tulisan
Unsur kebudayaan India yang dapat membawa perubahan terhadap
kehidupan bangsa Indonesia
adalah bahasa dan tulisan.
Dimana ketika bangsa
Indonesia mulai mengenal tulisan huruf
Pallawa dan bahasa Sansekerta, maka sejak saat itulah sudah mulai
memasuki jaman sejarah. Dari bahasa dan tulisan bangsa Indonesia sudah dapat meninggalkan
tradisi-tradisinya secara tertulis
Adapun
tradisi-tradisi tertulis yang pernah ditinggalkan oleh nenek moyang bangsa Indonesia
antara lain adalah :
1.
Prasasti
Prasasti merupakan tradisi tulisan yang paling tua
dalam sejarah Indonesia,
karena pada saat itu terjadi peralihan antara jaman prasejarah menuju jaman
sejarah. Tradisi ini berkembang dengan masih bertahannya kebudayaan
megalithikum, khususnya menhir. Sehingga oleh bangsa Indonesia bangunan-bangunan batu
menhir digunakan sebagai media untuk menulis huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta.
Selain mengenal bahasa dan tulisan,
tradisi prasasti merupakan upaya dari nenek moyang untuk mewariskan
pengalaman-pengalaman hidupnya. Dari tradisi prasasti terdapat informasi
mengenai kehidupan sosial masyarakat prasejarah yaitu suku-suku terasing dan
tertutup, berkembang manjadi masyarakat terbuka yang siap menerima pengaruh
asing untuk berkembang kearah yang lebih maju. Perubahan tersebut terjadi pada
susunan tata organisasi sosial yang semula bersifat kesukuan menjadi organisasi
masyarakat yang bercorak kerajaan.
1.
Karya Sastra
Dengan
berkembangnya bahasa Sansekerta dan tulisan huruf Pallawa, berpengaruh pula
pada tradisi penulisan karya-karya sastra. Berhubung pengaruh Hindu-Budha pada
saat itu sangat kuat, maka tradisi kesusastraanpun bercorak Hindu-Budha pula.
Tradisi kesusastraan di Indonesia
berbentuk prosa dan puisi yang isinya mengenai keagamaan, cerita kepahlawanan,
dan kitab undang-undang atau hukum. Perkembangan kesusastraan dimulai pada abad
ke IX-X Masehi pada masa kerajaan Mataram Kuno dan Kediri. Ketika memasuki periode awal
Majapahit berkembang karya sastra tembang disebut kakawin. Sedangkan pada
periode Majapahit pertengahan, irama kakawin digeser menjadi irama kidung.
Pada
tabel berikut merupakan karya sastra yang berpengaruh Hindu-Budha.
Perkembangan tradisi tulisan tidak
hanya terjadi pada masa Hindu-Budha saja, tetapi setelah kerajaan-kerajaan yang
bercorak Hidu-Budha berakhir maka di Indonesia berkembanglah pengaruh
Islam. Dengan berkembangnya agama Islam, maka bangsa Indonesia memasuki periode kedua
dalam perkembangan tradisi tulisan. Pada periode Islam ini menunjukkan adanya
kontak-kontak antara pengaruh unsur-unsur kebudayaan kebudayaan Hindu-Budha
dengan unsur-unsur kebudayaan Arab yang bercorak Islam. Terjadinya asilimasi
dan akulturasi antar dua unsur kebudayaan itu melahirkan kebudayaan baru
khususnya yang bersifat lahiriah, seperti bangunan menara masjid Kudus, atap
bertingkat pada bangunan masjid Demak dan sebagainya.
Sedangkan pengaruh Islam yang
bersifat rohaniah dapat dilihat dari perkembangan penganut-penganut agama Islam
yang sebagian besar berasal dari umat Hindu maupun Budha. Hal dapat terjadi
karena ajaran-ajaran yang terdapat dalam agama Islam bersifat fleksibel, mudah
dimengerti dan dipahami, tidak mengenal pembagian masyarakat menjadi kasta.
Disamping pengaruh yang bersifat religius, juga terdapat pengaruh lain seperti
pada digunakannya bahasa dan tulisan huruf Arab sebagai pengantar untuk
mempelajari kitab suci Al Qur’an, Khadits, Kitab-Kita Kesusastraan.
Setelah bangsa Indonesia dapat menguasai bahasa
dan tulisan huruf Arab, mulailah berkembang kesusastraan-kesusastraan yang
bercorak Islam baik yang berbentuk Hikayat maupun Babad.
- Hikayat
Merupakan karya sastra tradisional
yang berisi cerita sejarah atau cerita roman yang dibaca sebagai pelipur lara,
pembangkit semangat juang dan meramaikan pesta. Penulisan hikayat pada masa
perkembangan agama Islam di Indonesia seperti Sejarah Negeri Kedah, Hikayat Aceh,
Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Melayu (Sullalatussalatin) Hiakayat
Hasanuddin, Sejarah Raja-Raja Riau dan Tuhfat al Nafis.
- Babad
Dalam masyarakat Jawa berkembang
tradisi karya sastra yang disebut Babad. Babad adalah cerita sejarah
tradisional dikalangan masyarakat Jawa yang ditulis oleh para pujangga keraton
untuk memperkuat kekuasaan seorang raja. Pada cerita babad ini terdapat
silsilah raja dan keluarganya yang dihubungkan dengan keturunan nabi atau dewa.
Pada cerita babad raja dianggap sebagai pusat kekuasaan atau pusat dunia,
dimana seluruh wilayah kerajaan beserta isinya adalah milik raja. Adapun
penulisan babad yang berkembanga pada masa Islam adalah Babad Tanah Jawi, Babad
Giyanti, Babad Pasundan, Babad Dionegoro, Babad Nitik Sultan Agung, Babad
Banten. Selain itu berkembang pula karya sastra yang tidak dapat digolongkan
kedalam hikayat maupun babad, seperti Kitab Manikmaya, Bustanussalatin (Taman
Raja-Raja), dan Tajussalatin (Mahkota Semua Raja-Raja).
a.
Sistim Mata Pencaharian Hidup
Mata pencaharian yang dimiliki oleh
penduduk Indonesia
merupakan kelanjutan dari sistim berburu dan meramu yang sudah ada sejak jaman
prasejarah. Namun pada jaman sejarah sistim mata pencaharian terus mengalami
perkembangan seiring dengan digunakannya peralatan-peralatan yang terbuat dari
logam. Maka pada jaman sejarah ini manusia tidak hanya mengenal mata
pencaharian bercocok tanam, tetapi juga sudah memelihara binatang ternak.
Kemudian setelah adanya hubungan dagang antara India
dengan Cina yang melewati perairan Indonesia,
maka masyarakat Indonesia
juga mulai mengembangkan perdagangan.
Kegiatan perdagangan India-Cina yang
berkembang pada abad ke V berpengaruh terhadap matapencaharian bercocok tanam
di Indonesia.
Di mana pada perkembangan itu, masyarakat Indonesia mulai mengenal
tanam-tanam perkebunan dan kehutanan, seperti, rempah-rempah, kopi, cengkeh,
getap pinus, getah damar. Maka kegiatan bercocok tanam mulai mengarah pada
pertanian perkebunan.
Kemudian ketika bangsa-bangsa Eropa
berdagang di Indonesia,
kegiatan bercocok tanam semakin berkembang pesat. Hal ini dipengaruhi oleh
meningkatnya permintaan-permintaan hasil pertanian, perkebunan, kehutanan dan
bahkan pada hasil-hasil pertambangan yang dibutuhkan oleh para pedagang dari
Eropa. Dampak positif dari perdagangan bangsa-bangsa Eropa itu adalah
dikenalnya berbagai tanaman-tanaman ekspor, seperti teh, tebu, sawit, kina,
kopi, karet.
4. Perkembangan penulisan sejarah di Indonesia
Hasil akhir dari kegiatan penelitian
sejarah adalah penulisan sejarah yang disebut historiografi. Secara etimologi
histroriografi berasal dari kata history yang artinya sejarah, sedangkan
grafein artinya menulis. Jadi historiografi adalah penulisan atau penyusunan
kembali peristiwa-peristiwa bersejarah yang pernah terjadi pada masa lampau.
Perkembangan penulisan sejarah di Indonesia
telah mengalami beberapa masa. Pada tiap-tiap masa akan terlihat unsur-unsur
serta kepentingan-kepentingan yang terdapat dalam penulisan sejarah, baik
secara personal, kelompok maupun bagi bangsa dan negara. Berikut ini
perkembangan penulisan sejarah pada tiap-tiap masa, sebagai berikut :
a. Masa Tradisional
Perkembangan
penulisan sejarah pada masa ini dimulai sejak masuknya pengaruh kebudayaan India
yang bercorak Hindu-Budha. Kemudian ketika pengaruh Islam masuk ke Indonesia, maka penulisan sejarah di Indonesia
mengalami perkembangan lebih lanjut. Akan tetapi penulisan sejarah tradisional
ini masih bersifat istana sentris serta masih berbentuk babad, hikayat, tambo
dan silsilah. Meskipun masih bersifat tradisional, namun bangsa Indonesia
sudah berusaha menuliskan berbagai peristiwa-peristiwa yang pernah dialaminya.
- Jaman Hindu-Budha
Setelah kebudayaan India yang bercorak Hindu-Budha masuk, maka
bangsa Indonesia
sudah mulai mengenal tulisan, sehingga sudah dapat meninggalkan bukti-bukti
tertulis. Untuk itu, maka manusia berusaha mencatat berbagai
peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi. Adapun peristiwa-peristiwa yang
dicatat merupakan kejadian-kejadian disekitar istana dalam bentuk prasasti. Hal
ini menunjukkan adanya sifat istana sentris pada catatan-catatan itu, sehingga
masih terdapat unsur kepentingan raja dan istana. Maka peristiwa-peristiwa yang
dicatatnya tersebut berkisar pada masalah-malasah politik. Sebagai contoh
prasasti peninggalan dari kerajaan Mataram Kuno yang mengisahkan bahwa Raja
Sanjaya yang bergelar Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya telah berhasil mendirikan
kerajaan yang bernama Bhumi Mataram.
Kemudian setelah
pengaruh kesusastraan India
berkembang, maka di Indonesia
berkembang pula penulisan sejarah yang dikemas dalam bentuk karya-karya sastra.
Selain itu juga sudah dikenal media-media untuk menulis karya-karya sastra,
seperti kropak atau daun lontar, kulit pohon, kulit binatang, sehingga
berpengaruh pada penulisan sejarah. Hal ini dapat dilihat pada perkembangan
kesusastraan jaman kerajaan Kediri.
Dimana pada tahun 1035 Empu Kanwa menulis kitab Arjuna Wiwaha yang mengisahkan
Raja Airlangga sebagai keturunan dewa Wisnu untuk menjaga perdamaian dunia.
Perkembangan penulisan sejarah terus berlanjut pada masa kerajaan Majapahit
dengan lahirnya karya sastra Kitab Negara Kertagama yang dikarang oleh
Empu Prapanca tahun 1365. Secara garis besarnya, bahwa Kitab Negara
Kertagama berisi tentang :
a. Sejarah pemerintahan raja-raja di kerajaan
Singasari dan Majapahit.
b. Kondisi pusat pemerintahan Majapahit serta
daerah-daerah kekuasaannya.
c. Mengisahkan kunjungan raja Hayamwuruk
kedaerah-daerah yang kemudian diikuti dengan pembangunan-pembangunan candi.
d. Kehidupan keagamaan serta pelaksanaan
upacara-upacara keagamaan dikerajaan.
Dengan demikian
penulisan sejarah masih dipengaruhi oleh keinginan atau kehendak dari raja
dengan tujuan untuk melegitimasi kekuasaannya. Selain itu juga adanya suatu
pengkuan dari para pendeta maupun brahmana, bahwa raja merupakan keturunan para
dewa yang diturunkan kebumi untuk menjaga perdamaian dunia.
- Jaman Islam
Setelah kedudukan
agama Islam di Indonesia bertambah kuat, yaitu dengan berdirinya kerajaan
Samudra Pasai, Aceh, Demak, Banten, Pajang, Mataram Islam dan sebagainya, maka
penulisan sejarah berkembang lebih pesat. Tentu saja penulisan sejarah pada
masa ini selain masih dipengaruhi oleh keinginan dan kehendak raja, juga
disesuaikan dengan kebudayaan Islam. Meskipun demikian, khususnya dipulau Jawa
unsur-unsur kesusastraan yang bercorak Hindu-Budha secara lahiriah masih tetap
dipertahankan, untuk kepentingan siar Islam itu sendiri. Oleh karena itu
penulisan sejarah dipulau Jawa masih tetap mempertahankan bentuk babad.
Sedangkan dipulau Sumatera dan daerah sekitar selat Malaka (Melayu) sudah
menggunakan bentuk hikayat.
a. Babad
Dikalangan
masyarakat Jawa terdapat cerita sejarah tradisional yang kemudian lebih dikenal
dengan istilah babad. Babad ini ditulis oleh para pujangga keraton atas
perintah seorang raja. Di dalam babad ini memuat riwayat hidup seorang raja
yang dilukiskan dalam bentuk silsilah. Dari silsilah ini memperlihatkan bahwa
raja-raja Islam selain sebagai keturunan nabi, juga masih mengakui dirinya
sebagai keturunan para dewa. Raja dengan lingkungan keratonnya dianggap sebagai
pusat dunia, sehingga seluruh wilayah kerajaan dengan segala isinya adalah
milik raja.
Maka terlihatlah
bahwa tujuan penulisan sejarah tersebut adalah untuk memperkuat kedudukan raja
sebagai keturunan nabi agar mendapat pengakuan dari umat Islam. Akan tetapi
karena pengaruh kebudayaan Hindu-Budha masih kuat, maka raja mengakui dirinya
sebagai keturunan para dewa. Selain itu cerita-cerita sejarah yang terkandung
dalam babad, juga masih memuat untuk irasional atau masih berdasarkan pada
mitos yang dicampur adukkan dengan realitas.
Penulisan sejarah
yang demikian terdapat dalam Babad Tanah Jawi yang menceritakan bahwa
Sutawijaya pulung (cahaya sakti) untuk mendirikan kerajaan Mataram Islam. Akan
tetapi penulisan sejarah pada abad ke 18 sudah mulai berkembang dan mengarah
pada unsur-unsur kebenaran sejarah yang didasarkan pada realitas terjadinya
suatu peristiwa. Seperti terdapat pada Babad Giyanti, Babad
Diponegoro, Babad Nitik Sultan Agung dan Babad Banten. Karena pada
masa itu sudah mendapat pengaruh kekuasaan VOC/Belanda, sehingga penulisan
sejarah yang terkandung pada Babad Giyanti melukiskan perpecahan kerajaan
Mataram Islam tahun 1755 Masehi.
b. Hikayat
Penulisan sejarah pada karya sastra
tradisional yang berkembang di Sumatera dan sekitar selat Malaka (Melayu)
adalah cerita roman yang dikemas dalam bentuk hikayat. Hikayat bagi kalangan
masyarakat Sumatera dan sekitarnya sudah merupakan suatu tradisi yang
diselenggarakan pada setiap ada acara pesta dan perjamuan. Pada saat itulah
hikayat dibacakan sebagai pelipur lara, pembangkit semangat juang dan untuk
meramaikan acara pesta. Kisah sejarah berbentuk hikayat yang berkembang pada
waktu itu adalah Sejarah Negeri
Kedah, Hikayat Aceh, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Melayu, Hikayat
Hasanuddin, Sejarah Raja-Raja Riau dan Tuhfat Al Nafis.
b. Masa Kolonial
Historiografi
kolonial adalah penulisan sejarah yang berkaitan dengan berbagai aspek
kehidupan penjajahan bangsa-bangsa Eropa di Indonesia. Isi dari historiografi kolonial
adalah mengenai aktivitas-aktivitas perdagangan, masalah politik atau
pemerintahan para gubernur jendral serta kehidupan orang-orang Eropa di
Indonesia. Karena isinya yang demikian, sehingga historiografi kolonial sering
dikatakan bersifat Eropasentris atau berpusat pada berbagai kehidupan
orang-orang Eropa yang pernah menjajah Indonesia.
Perkembangan
penulisan sejarah pada masa kolonial Eropa mulai terjadi ketika bangsa Belanda
datang di Indonesia.
Sehingga sifat penulisan sejarah pada masa kolonial Belanda disebut Neerlandosentris atau berpusat pada
kehidupan orang-orang Belanda. Adapun sumber-sumber yang digunakan berasal dari
arsip-arsip negara di Belanda (Algemeen
Rijksarchieve), arsip-arsip VOC
(Vereenigde Oost Indische Compagnie) dan arsip-arsip Pemerintah Kolonial
Hindia Belanda di Batavia (sekarang Jakarta).
Dalam buku
sejarahnya yang berjudul Reizen atau
Kisah Perjalanan Nicholaus de Graff,
Cornelis de Bruijn, Rijklofs van Goens dan Valentijn mengisahkan pelayaran
dan proses kolonisasi bangsa Belanda di Indonesia tahun 1600. Sedangkan Nicholaus de Graff sendiri dalam jurnal
Oost Indische Spigle menulis kisah
perjalananya ke Indonesia melalui kapal laut dan kehidupan masyarakat Indonesia
pada setiap pelabuhan yang dikunjunginya antara tahun 1639-1643 dan antara
tahun 1668-1687. Rijklofs van Goens
dalam karyanya yang berjudul Oost
Indische Spiegel (Kisah Hindia Timur) yang pada saat itu berkedudukan
sebagai duta besar VOC, menulis kisah perjalanannya ke Kerajaan Mataram Islam
antara tahun 1648 sampai 1654. Kemudian pastor Francois Valentijn dalam karya tulisnya yang berjudul Oud en Nieuw Oost Indien (Hindia Timur
Dulu dan Sekarang) berisi gambaran tentang kondisi masyarakat, bahasa, politik
dan perdagangan di Indonesia pada abad ke 18.
Penulisan sejarah
kolonial yang dilakukan oleh orang-orang Belanda pada umunya kurang
memperhatikan sumber-sumber lokal yang terdapat di Indonesia. Sehingga sudut pandang
penulisan sejarah kolonial yang demikian menitik beratkan subyektifitas yaitu
memperkecil peranan bangsa Indonesia.
Sedangkan peranan bangsa Belanda lebih ditonjolkan, dengan demikian sifat
penulisan sejarah tersebut adalah Neerlandosentris.
Sifat penulisan sejarah yang demikian dapat terlihat dengan jelas pada karya J.J Meinsma yang berjudul Geschiedenis van Nederlandsch Oost Indische
Bezettingen (Sejarah Hindia Belanda dan Sekitarnya). Contoh sifat Neerlandosentris terlihat juga pada buku
Beknopt Leerboek der Geschiedenis van Nederlandsch Indie (Buku
Pelajaran Sejarah Singkat Hinsia Belanda) karya A.J. Eijkman dan Dr. F.W. Stapel. Dalam buku tersebut kematian
Jendral Kohler yang ditembak oleh pejuang Aceh didepan Masjid Raya Aceh pada
tanggal 14 Aril 1873 tidal ditulis. Hal ini menunjukkan bahwa para penulis
sejarah dari bangsa Belanda berusaha menyembunyikan fakta-fakta kepahlawanan
rakyat Aceh melawan penindasan kolonial. Selain itu juga ada upaya untuk
mengaburkan kebenaran fakta sejarah yang dilakukan oleh para penulis sejarah
bangsa Belanda lainnya. Upanya tersebut terlihat dalam karya W. Fruin Mees yaitu Geschiedenis van Java (Sejarah Jawa) dan
karya H.J. de Graaf yaitu Geschiedenis van Indonesie (Sejarah
Indonesia).
c. Masa Nasional
Etelah proklamasi
kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia berusaha merekonstruksi
(menyusun kembali) penulisan konsep sejarah nasional. Konsep penulisan sejarah
berbeda dengan hisotriografi tradisional yang bersifat kedaerahan
(regiosentris) dan hisotriografi kolonial yang bersifat Eropasentris, maka
penulisan sejarah nasional bersifat Indonesiasentris. Yang dimaksud dengan
Indonesiasentris adalah konsep penulisan sejarah yang membahas peranan bangsa Indonesia
dalam berbagai peristiwa bersejarah.
Penulisan sejarah
nasional juga berfungsi sebagai sarana pembentukan karakter dan nasionalisme (character and nation building), sehingga selalu dikaitkan
dengan semangat nasionalisme. Selain itu juga mementingkan unsur konsensus
seperti kesatuan, integritas, ketertiban dan keamanan masyarakat Indonesia.
Proses penulisan sejarah yang demikian melalui perdebatan mengenai orientasi
dan rekontruksi sejarah nasional Indonesia
malalui Seminar Sejarah Nasional pertama yang diselenggarakan dikota Yogyakarta pada tahun 1957. Pada seminar sejarah pertama
tersebut muncul gagasan yaitu perlu adanya nasionalisasi atau pribumisasi
terhadap penulisan sejarah Indonesia.
Perkembangan penulisan sejarah Indonesia
terus mengalami kemajuan dan perubahan yang mengarah pada Indonesia sentris. Untuk mencapai
tujuan yang diinginkan maka diselenggarakan Seminar Sejarah Nasional Indonesia
pada tahun 1970. Sehingga pada era tahun 1970-an muncul berbagai penulisan
sejarah sebagai bagian dari disiplin ilmu pengetahuan melalui proyek-proyek
penelitian, penerbitan, seminar-seminar sejarah dan pengabdian pada masyarakat.
Akibat dari seminar sejarah Indonesia
yang pertama maupun yang kedua, maka terjadi otonomi terhadap penulisan sejarah
Indonesia.
Sebagai bukti dari otonomi sejarah adalah artikel karya R. Ismail berjudul
Towards History of Indonesia.
Dalam artikel tersebut lebih mengedepankan sejarah Indonesia
dari sudut pandang orang Indonesia
sendiri, dengan menekankan pada dinamika kehidupan masyarakat Indonesia, sehingga tidak menjadi
ajang perebutan dan permainan bangsa-bangsa asing semata.
Sebagai tindak
lanjut dari seminar sejarah yang kedua, maka pada tahun 1981 diselenggarakan
Seminar Sejarah Nasional ketiga yang menganjurkan upaya integrasi dalam
penulisan sejarah Indonesia. Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam
penulisan integrasi sejarah Indonesia
adalah ilmu-ilmu sosial. Selain itu pakar sejarah Sartono Kartodirjo dari Universitas Gajah Mada menganjurkan agar
menggunakan pendekatan ilmu-ilmu sosial, juga menggunakan pendekatan struktural
dan sejarah analitis. Untuk itulah agar
dapat membuka cakrawala baru dalam penulisan sejarah Indonesia
baik dari segi teori maupun metodologi, maka Sartono Kartodirjo mengutarakan
pemikiran-pemikirannya melalui buku yang berjudul Pendektan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah dan Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia
: Suatu Alternatif.
Dengan
adanya kemajuan dalam penulisan sejarah Indonesia baik dari segi teori maupun
metodologi sehingga Sartono Kartodirjo,
Marwati Djoned Pusponegoro dan Nugroho Notosusanto berhasil menyusun buku
sejarah yang berjudul Sejarah Nasional
Indonesia. Dalam buku Sejarah
Nasional Indonesia penulisan sejarah menekankan pada aspek kronologi dan
proses peristiwa sejarah yang memiliki sifat sinkronik-struktural. Meskipun
dalam buku Sejarah Nasional Indonesia
masih banyak terdapat kekurangan, akan tetapi buku tersebut merupakan
satu-satunya buku sejarah nasional terlengkap serta komprehensif.
Selain itu
Seminar Sejarah Nasional ketiga juga mendorong baik kalangan akademisi maupun
militer untuk menyusun buku sejarah. Dari kalangan akademisi seperti T. Ibrahim Alfian telah menyusun
disertasi sejarah berjudul Perang di
Jalan Allah. Sedangkan Sartono
Kartodirjo menyusun disertasi berjudul Pemberontakan
Petani di Banten 1888. Adapun tokoh-tokoh TNI A.H. Nasution menyusun buku yang berisi pengalaman pribadi berjudul
Sekitar Perang Kemerdekaan. Sedangkan
A.H. Nasution, T.B. Simatupang dan Hasan
Basry menulis buku memoar mengenai pengalaman mereka pada saat terjadi
revolusi fisik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar