Rabu, 22 Februari 2012

PERADABAN CINA KUNO

Pada waktu banjir sungai Hoang Ho membawa lumpur berwarna kuning, sehingga disebut Sungai Kuning. Hasil penelitian Prof. Davidson Black terhadap kebudayaan kuno Cina menunjukkan bahwa peradaban Lembah Sungai Hoang Ho didukung oleh Sinathropus pekinensis.
Dari hasil penelitian, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, sebagai berikut :
a. pendukung kebudayaan lembah Hoang-Ho adalah Sinanthropus pekinensis (manusia kera dari Cina);
b. ditemukan barang tembikar berupa cambung berkaki pejal (ting), cambung berongga (li), dan jambangan tempat abu suci;
c. mengenal tulisan kuno Cina, yakni tulisan gambar lambang apa yang ditulis;
d. ditemukan alat pahat, kapak pemukul, dan alat tulang berupa jepitan rambut dan jarum;
e. orang Cina rajin mempelajari astronomi sehingga muncul penanggalan;
f.  kepercayaannya menyembah banyak dewa, misalnya, dewa Shangti adalah dewa langit, dewa hujan, dewa panen, dan dewa tertinggi yang diwakili Kaisar Cina.
Pada peradaban Cina kuno sduah dikenal adanya ajaran Tao yang diperkenalkan oleh Lao Tse dalam bukunya Tao-te-Ching dan disebut taoisme (semangat keadilan kesejahteraan yang kekal). Adapun isi dari ajarannya adalah sebagai berikut :
a.  adanya kerajaan langit dan yang menjadi rajanya adalah Dewa Ho Tien yang menguasai langit maupun bumi dan mengangkat kaisar Cina sebagai wakil dewa di dunia;
b. Cina adalah kerajaan dunia, raja dunia sebagai wakil Ho Tien (atas nama Ho Tien) yang menguasai bumi dan bergelar Huang Ti. Seorang raja Cina harus memiliki li (tindakan yang tepat dan penuh keadilan).
Sedangkan ahli filsafat yaitu Kung Fu Tse dalam ajaran kongfusionisme negara yang baik adalah jika raja menjadi raja, menteri menjadi menteri, anak menjadi anak. Kung Fu Tse seorang ahli pemikir, guru, dan negarawan yang ajarannya adalah pemerintahan dan keluarga. Mereka harus menjalankan tugas masing-masing, sehingga pemerintahan berjalan baik. Jika perbuatan manusia disertai kebajikan (te), akan menimbulkan susunan teratur (li), baik masyarakat negara maupun agama.
Menurut J. Toynbee, pemerintahan Cina Kuno dimulai sejak 3000 SM, sebagai raja tertua adalah Huang Ti yang bijaksana. Kebesaran Cina tergantung pada kemampuan memanfaatkan sungai Hoang Ho dan Sungai Yang Tse Kiang yang teorinya disebut "Challenge and Response", yaitu hukum tantangan dan jawaban. Berdasarkan cerita kuno, ada tiga zaman raja yakni Yi Sui Yen, Fu Shi, Shen Nung, dan lima kaisar, yakni Huang Ti, Yao, Shun, Yin, dan Lui Tsu. Sesudah itu Cina diperintah oleh dinasti-dinasti berikut.
















PERADABAN INDIA KUNO

A.      Peradaban Lembah Sungai Indus
Peradaban Lembah Indus terdapat di India sekarang berada diwilayah negara Pakistan. Kebudayaan Indus (Sindhu) berkembang antara tahun 3000 SM – 1000 SM, wujudnya berupa kota kuno Mohenjo Daro dan Harappa. Kebudayaan Indus ini didukung oleh bangsa Dravida yang berbadan pendek, berhidung pesek, berkulit hitam, berambut keriting. Kebudayaan Indus berhasil diteliti oleh seorang arkeolog Inggris, Sir John Marshal, yang dibantu Banerji (orang India).
Hasil peradaban lembah sungai Indus, antara lain :
1)  Kota Mohenjo Daro dan Harappa dibangun berdasarkan pola kota terencana yang modern.
2) Terdapat bangunan besar sebagai tempat pertemuan rakyat.
3)  Rumah-rumah dibuat dari batu bata.
4)  Jalan-jalan dibuat lebar-lebar.
5)  Saluran air dibuat sesuai perencanaan kota modern.
6) Ditemukan bekas permandian.
7) Ditemukan perhiasan kalung emas dan perak dihias dengan permata.
8) Ditemukan senjata yang terbuat dari batu dan tembaga.
Benda kuno yang terdapat di kota Mohenjo Daro dan Harappa, antara lain:
1) lempeng tanah (terra cotta) yang berbentuk persegi dan bergambar binatang atau tumbuhan, seperti gajah, harimau, sapi, badak, dan pohon beringin;
2)  tembikar yang berbentuk periuk belanga dan pecah-belah semacam piring dan cangkir;
3) alat perhiasan berupa kalung, gelang, dan ikat pinggang dari tembaga;
4) gambar dewa yang bertanduk, patung dewi Ibu (dewi kesuburan), dan patung pujaan: dewa bumi, dewa langit, dewa bulan, dewa air, serta dewa api.


Mata pencaharian bangsa Dravida adalah bercocok tanam, yang dibuktikan dengan ditemukannya cangkul, kapak, dan patung Dewi Ibu yang dianggap lambang kesuburan. Hasil pertanian berupa gandum dan kapas. Sudah ada saluran irigasi untuk mencegah banjir serta untuk pengairan sawah-sawah rakyat. Dalam perdagangan terlihat adanya hubungan dengan Sumeria di Lembah Eufrat dan Tigris, yang diperdagangkan adalah keramik dan permata.
Sudah mengenal sistim kepercayaan menyembah banyak dewa (politeisme) serta segala sesuatu yang dianggap keramat. Contohnya adalah pohon pipal dan beringin yang oleh umat Buddha dianggap pohon suci, binatang yang dipuja adalah gajah dan buaya.
Tata kota, sanitasi, serta kebersihan dan kesehatan dari perencanaan kota dapat dibuktikan dengan adanya:
1) bangunan rumah dibuat tinggi berdasarkan petunjuk kesehatan,
2) bangunan rumah dibuat seragam dari batu bata,
3) bangunan tidak ada yang menjorok ke depan, dan
4) saluran air dibangun sesuai dengan syarat kesehatan.
Kebudayaan Indus runtuh pada tahun 1000 SM disebabkan oleh:
1) adanya bencana banjir dari Sungai Indus (Sindhu);
2) karena diserang bangsa Arya.
A.      Peradaban Lembah Sungai Gangga
Pendukung kebudayaan Gangga adalah orang-orang Arya. Mereka berasal dari sekitar Laut Kaspia yang datang memasuki India sekitar 2000 SM di daerah India Utara. Akibat kedatangan bangsa Arya, bangsa Dravida terdesak dan menyingkir ke India Selatan. Namun, tidak dapat dihindari terjadinya percampuran antara dua kebudayaan yang akhirnya melahirkan hinduisme.
Bangsa Arya menguasai daerah subur di sekitar Sungai Gangga bahkan seluruh daerah di sekitar Lembah Indus. Mereka menyebutnya sebagai daerah Arya Warta atau daerah Hindustan, artinya tanah orang Hindu. Daerahnya meliputi sekitar Sungai Gangga, Lembah Yamuna, serta Lembah Indus. Untuk membatasi adanya percampuran ras, maka diciptakanlah Kasta serta kewajiban sattie (wanita ikut suami di waktu upacara pembakaran mayat). Perkawinan antarkasta menjadi salah satu penyebab seseorang dikeluarkan dari kasta. Orang Arya berada pada kasta brahmana, ksatria, dan sedikit pada kasta waisya.
a. Kasta Brahmana ialah golongan para ahli agama dan ilmu pengetahuan. Golongan ini paling dihormati dan biasanya menjadi penasihat raja.
b. Kasta Waisya ialah golongan pedagang dan petani. Mereka merupakan golongan yang berusaha, mengeluarkan keringat untuk menghasilkan perbekalan yang diperlukan oleh semua golongan.
c. Kasta Ksatria ialah golongan ningrat dan para prajurit. Golongan inilah yang memegang kekuasaan dan menjalankan pemerintahan.
d. Kasta Sudra ialah golongan buruh kasar dan hamba sahaya.
Agama yang berkembang di India meliputi:
a. Agama Hindu. Agama Hindu memuja dewa-dewa, ada tiga dewa yang paling terkemuka Dewa Brahma sebagai pencipta alam, Dewa Wisnu sebagai pemelihara alam, dan Dewa Syiwa sebagai perusak alam. Kitab sucinya disebut Weda.
b. Agama Buddha. Agama Buddha diajarkan oleh Sidarta Gautama, putra mahkota kerajaan Kapilawastu di India Utara. Sidarta Gautama memperoleh pencerahan tentang masalah kehidupan, itulah yang disebut “Bodh”, sejak itu ia disebut “Budha”, artinya orang yang memperoleh “Bodh”. Kitab sucinya Tripitaka.
Hasil kesusastraan India yang berupa wiracarita antara lain:
a. Kitab Ramayana
Kitab ramayana merupakan karangan Resi Walmiki. Menceritakan kisah putra mahkota bernama Rama putra Raja Dasaratha. Karena ulah ibu tirinya, Rama harus menjalani pengembaraan ke hutan, dalam pengembaraannya itu istrinya, Dewi Sinta, diculik oleh Rahwana atau Dasamuka, raja raksasa dari negeri Alengka (Sri Lanka). Rahwana dicegat oleh Jatayu, burung garuda raksasa, tetapi dapat dikalahkan oleh Rahwana. Dewi Sinta dilarikan sampai istana Alengka. Dengan pertolongan kera Sugriwa dan Hanoman, Sri Rama dapat menyerbu Kerajaan Alengka. Dengan bantuan bala tentara kera akhirnya Rahwana dapat dikalahkan dan Dewi Sinta dapat diselamatkan.
 b. Kitab Mahabharata
Kitab Mahabharata karangan Resi Wiyasa. Menceritakan kisah keadaan keluarga besar Bharata, yang memerintah di kerajaan Hastina. Dua keturunan itu adalah Kurawa dan Pandawa saling memperebutkan tahta kerajaan. Mula-mula keluarga pandawa menjalani hukuman dibuang ke hutan selama 12 tahun, dalam pembuangan itu keluarga Pandawa memperoleh gemblengan ilmu, sehingga kuat lahir dan batin. Akhirnya terjadi perang saudara yang hebat antara dua turunan itu di medan perang Kuruksetra. Perang tersebut terkenal sebagai perang Bratayudha, yaitu perang antara kejahatan (pihak Kurawa) dengan kebaikan (pihak Pandawa). Akhirnya, Pandawalah yang menang.
Peradaban India memiliki pengaruh yang besar bagi bangsa Indonesia. Kebudayan India diterima oleh penduduk kepulauan Indonesia melalui proses perdagangan. Aspek-aspek kebudayaan dari India yang diterima oleh nenek moyang bangsa Indonesia benar-benar barang baru, yang tidak mereka kenal sebelumnya, misalkan aksara Pallawa, agama Hindu dan Buddha, dan penghitungan angka tahun Saka. Melalui ketiga aspek kebudayaan dari India itulah kemudian peradaban nenek moyang bangsa Indonesia terpacu dengan pesatnya, berkembang dan menghasilkan bentuk-bentuk baru kebudayaan Indonesia kuna yang pada akhirnya pencapaian itu diakui sebagai hasil kreativitas penduduk kepulauan Indonesia sendiri. Melalui aksara Pallawa nenek moyang bangsa Indonesia mampu mendokumentasikan pengalaman dalam kehidupannya. Terbitnya prasastiprasasti dari kerajaan-karajaan kuna, penggubahan karya sastra dengan berbagai judul, serta dokumentasi tertulis lainnya adalah berkat dikenalnya aksara Pallava. Bahkan di masa kemudian aksara Pallava itu kemudian “dinasionalisasikan” oleh berbagai etnis Indonesia, maka muncullah antara lain aksara Jawa Kuna, Bali Kuna, Sunda Kuna, Lampung, Batak, dan Bugis.
Setelah diterimanya agama Hindu-Buddha oleh penduduk kepulauan Indonesia terutama Jawa, maka banyak aspek kebudayaan yang dihubungkan dengan kedua agama itu menjadi turut berkembang pula. Hal yang dapat diamati secara nyata terjadi dalam bidang seni arca dan seni bangun (arsitektur). Bentuk kesenian lain yang turut terpacu sehubungan dengan pesatnya kehidupan agama Hindu-Buddha dalam masyarakat adalah seni sastra. Banyak karya sastra dan susastra yang digubah dalam masa Hindu-Buddha selalu dilandasi dengan nafas keagamaan Hindu atau Buddha. Juga diuraikan perihal ajaran agama yang dianyam dengan cerita-cerita yang melibatkan para ksatrya dan kerajaankerajaan atau kehidupan pertapaan.






Selasa, 21 Februari 2012

PENELITIAN MANUSIA PURBA

TEAM EKSKAVASI MENEMUKAN FOSIL BINATANG DI KEDUNG BRUBUS
Binatang ternyata pernah hidup diwilayah kabupaten Madiun. Buktinya, ditemukan 19 fosil hewan purba oleh team ekskavasi Balai Pelestarian Situs Manusia Purba (BPSMP) Sangiran, disekitar waduk Kedungbrubus, desa Bulu, kecamatan Pilangkenceng. Belasan fosil itu diduga sudah berumur antara 500.000-800.000 tahun atau memasuki jaman tipic.
Ketua team ekskavasi BPSMP Sangiran, Ilham Abdulah menjelaskan :“Perkiraan sementara, waduk Kedungbrubus merupakan wilayah hutan purba. Sebab tidak ditemukan unsur-unsur laut didalam kandungan tanahnya.” Menurut Ilham Abdulah, penggalian disekitar waduk Kedungbrubus, dilaksanakan sejak tanggal 21 Juli 2011 yang lalu. Selama Sembilan hari team ekskavasi dapat menemukan sejumlah fosil hewan, seperti paha hewan dari genus stegodon atau gajah purba, gigi dan tulang rusuk badak purba, plastron atau tulang tempurung kura-kura purba sebelah bawah dan tulang binatang genus bovidae atau kerbau purba.
Ilham Abdulah, mejelaskan :”Fosil hewan purba ini ditemukan di empat lokasi penggalian. Dari petak 75 sampai Padas Gudik.” Rencananya, penemuan ini akan dibawa ke Sangiran, untuk diteliti. Utamanya, untuk mengetahui asal-usulnya hewan purba tersebut. Menurut Ilham Abdulah, pihaknya membutuhkan waktu sampai Sembilan bulan untuk meneliti tulang binatang itu.
“Diharapkan penelitian ini dapat memperoleh hasil. Khususnya untuk fosil kura-kura. Bisa saja kura-kura itu spesies baru yang belum diteliti sampai mendetil. Maklum, koleksi fosil kura-kura di Sangiran sedikit jika dibandingkan dengan binatang lainnya” penjelasan Ilham.
Menurut Ilham, penggalian di waduk Kedungbrubus berdasarkan pada studi pustaka dan literature dari para arkheolog. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Eugene Dubois sekitar tahun 1890 sampai penelitian Von Koeningswald. “Sebelum menjelajahi Sangiran dan Trinil, Eugene Dubois, pertama kali mengadakan penelitian di Kedungbrubus. Disini dia untuk pertama kalinya menemukan fosil. Diharakan, penggalian yang dilaksanakan disini dapat menambah data yang sudah ada.”
Situs Kedungbrubus juga memiliki banyak kesamaan dengan situs-situs lainnya. Sperti situs di Mojokerto, Klagen (Gresik), Trinil (Ngawi), Ngandong (Blora), Sambung Macan dan Bringin (Sragen), Sangiran, Semudo (Tegal), Pati Ayam (Kudus) sampai Bumiayu.
“Situs-situs ini menggambarkan kebudayaan dan kehidupan pada jaman homo erectus,” jelasnya. Menurut Ilham, bahwa kegiatan ekskavasi melibatkan 23 orang peniliti yang terdiri dari 6 arkheolog, peneliti bidang geologi, bidang biologi, kimia, geografi serta banyak tenaga teknis penggalian. Team berasal dari berbagai lembaga, akademisi dan mahasiswa.

PTK

ABSTRAK

Penelitian tindakan kelas ini berjudul “ PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TIPE JIGSAW PADA MATA PELAJARAN SEJARAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PADA KOMPETENSI DASAR MENDESKRIPSIKAN TRADISI SEJARAH DALAM MASYARAKAT INDONESIA MASA PRAAKSARA DAN MASA AKSARA SISWA KELAS X A DI SMA NEGERI 1 KARANGREJA TAHUN PELAJARAN 2010 / 2011 ”. Dilaksanakannya penelitian tindakan kelas ini berangkat dari latar belakang perlunya pembaruan dalam kegiatan belajar mengajar baik yang dilakukan oleh guru maupun oleh siswa khususnya pada mata pelajaran sejarah. Rendahnya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran dapat berpengaruh pada hasil belajar siswa yang tidak sesuai dengan kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan oleh sekolah. Hal ini juga tidak hanya terjadi pada diri siswa, tetapi dipengaruhi oleh peran guru sebagai fasilitator, motivator serta masih digunakannya pendekatan pembelajaran tradisional, materi pembelajaran tidak kontekstual.
Kegiatan pembelajaran yang masih menggunakan pendekatan secara tradisional dapat menimbulkan kejenuhan, kebosanan serta dapat menurunkan semangat, minat dan motivasi siswa dalam belajar. Dengan demikian penelitian tindakan kelas sangat berperanan penting dalam meningkatkan mutu kegiatan pembelajaran agar guru selalu mengadakan inovasi atau pembeharuan baik terhadap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, maupun menganalisis kegiatan pembelajaran.
Kegiatan penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif untuk memperoleh data dan analisisnya melalui kajian-kajian reflektif, partisipatif, dan kolaboratif. Sehingga pada kegiatan berikutnya dilakukan pengembangan program pembelajaran berdasarkan pada data-data baik yang diperoleh dari siswa, guru dan setting kegiatan sosial antar siswa maupun siswa dengan guru baik didalam kelas maupun diluar kelas. Setiap kegiatan pembelajaran pada penelitian ini direncanakan terlebih dahulu dan dilaksanakan melalui tiga macam siklus.
Untuk meningkatkan kegiatan pembelajaran baik yang ditujukan pada proses khususnya yang menyangkut aktivitas belajar baik anata guru dengan siswa, maka perlu digunakan pendekatan pembelajaran kooperatif learning tipe jigsaw. Hal ini perlu dilakukan agar siswa dapat memahami dan melaksanakan prinsip-prinsip pembelajaran kooperatif maupun jigsaw. Diharapkan kegiatan pembelajaran akan lebih efektif dan menyenangkan, sehingga dapat mencapai hasil belajar yang maksimal.
Setelah dilaksanakan penelitian tindakan kelas maka dapat diperoleh data-data hasil evaluasi kegiatan belajar siswa melalui ulangan ke 1 yaitu 64 (belum menggunakan pembelajaran kooperatif learning tipe jigsaw). Setelah menggunakan jigsaw maka hasil evaluasi kegiatan belajar siswa melalui ulangan meningkat menjadi 71 pada siklus I, 73 pada siklus II dan 76 pada siklus III. Adapun prosentase tingkat ketuntasan belajar siswa secara klasikal sebelum menggunakan jigsaw adalah 56 %, setelah menggunakan jigsaw secara bertahap mengalami peningkatan dari 72 % pada siklus I, 86 % pada siklus II dan 100 % pada siklus III.







BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Belajar merupakan proses yang sangat penting dan mempunyai peranan utama dalam meningkatkan keberhasilan siswa. Di mana hasil belajar yang diharapkan baik oleh guru maupun orang tua adalah terjadinya peningkatan seluruh potensi yang dimiliki siswa, seperti kognitif, afektif dan psikomotorik. Karena kegiatan belajar itu sendiri adalah proses latihan terhadap seluruh potensi atau kemampuan yang dimiliki oleh siswa. Oleh karena itu, maka siswalah yang seharusnya turut berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar, sedangkan guru hanya berperan sebagai mediator, moderator, fasilitator dan organisator.
Hasil belajar yang diharapkan kadang kala tidak dapat mencapai tujuan yang sudah ditetapkan baik didalam standar kompetensi lulusan maupun kriteria ketuntasan minimal, tetapi hanya sebagian kecil saja yang dapat mencapainya. Hal ini dapat terjadi karena sebagian besar siswa masih beranggapan bahwa hasil belajara lebih penting, sedangkan proses belajar diabaikan. Oleh karena itu apabila hasil belajar yang diperoleh menurun maka akan berpengaruh pada turunnya tingkat aktivitas belajar siswa.
Terjadinya ketidaksesuaian antara proses belajar dan hasil belajar yang diharapkan oleh siswa karena dipengaruhi kurangnya sarana sumber belajar yang dimiliki oleh siswa. Siswa belum dapat memahami model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw secara utuh dan menyeluruh serta belum dapat melaksanakan proses pembelajaran melalui kegiatan diskusi kelompok.
Apabila guru tidak tanggap terhadap gejala-gejala penyimpangan yang terjadi pada diri siswa, maka akan berakibat pada semakin menurunnya tingkat aktivitas belajar. Selain itu, seluruh potensi yang dimiliki oleh siswa juga tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Sebagai akibatnya dapat membawa dampak yang lebih buruk, dimana siswa tidak dapat menentukan kehidupannya sendiri dimasa yang akan datang.
Terhadap faktor-faktor yang dapat menghambat aktivitas belajar siswa, hendaknya guru segera mengadakan perbaikan perencanaan pembelajaran yang berkaitan dengan komponen-komponen seperti tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, model pembelajaran, tipe pembelajaran, metode pembelajaran, sserta sumber belajar dan alat penilaian.
B.     Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah sebagaimana yang tersebut diatas, maka dapat ditetapkan rumusan masalah sebagai berikut ;
1.      Apakah Penerapan Model Pembelajaran Tipe Jigsaw Pada Mata Pelajaran Sejarah Dapat Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Kelas X A di SMA Negeri 1 Karangreja Tahun Pelajaran 2010 / 2011 ?
2.      Apakah Penerapan Model Pembelajaran Tipe Jigsaw Pada Kompetensi Dasar Mendeskripsikan Tradisi Sejarah Dalam Masyarakat Indonesia Masa Praaksara dan Masa Akasara Dapat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X A di SMA Negeri 1 Karangreja Tahun Pelajaran 2010 / 2011?
C.     Tujuan Penelitian
Kegiatan penelitian tindakan kelas bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa, perkembangan aktivitas belajar siswa serta terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku siswa terhadap  model pembelajaran tipe jigsaw.
D.    Manfaat Penelitian
Manfaat kegiatan penelitian tindakan kelas atau clasroom action research sebagai berikut ;
1.      Meningkatnya kesadaran dalam diri siswa bahwa kegiatan belajar merupakan bagian penting untuk melatih seluruh potensi-potensi yang dimilikinya sehingga dapat mencapai hasil belajar baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
2.      Meningkatnya kompetensi guru didalam merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi dan mengadakan perbaikan dan tindak lanjut terhadap kegiatan belajar-mengajar sesuai dengan model pembelajaran tipe jigsaw.
3.      Meningkatnya mutu pendidikan yang diselenggarakan oleh SMA Negeri 1 Karangreja pada tahun pelajaran 2010 / 2011.






































BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A.    Kajian Teori
1.      Konsep Belajar
Menurut Barlow ( 1985 ), belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Proses adaptasi akan mendatangkan hasil yang optimal apabila diberi penguatan. Sedangkan menurut Hintzman, belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme. Pengalaman hidup sehari-hari dalam bentuk apapun sangat memungkinkan untuk diartikan sebagai belajar. Sehingga sampai batas tertentu, pengalaman hidup dapat berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian organisme.
2.      Konsep Mengajar
Menurut UUSPN/1989 Bab VII Psl 27 ayat 3; mengajar pada prinsipnya berarti proses perbuatan seseorang (guru) yang membuat orang lain (siswa) belajar, dalam arti mengubah seluruh dimensi perilakunya baik yang bersifat terbuka, seperti ketrampilan membaca (ranah karsa atau psikomotorik) maupun yang bersifat tertutup, seperti berpikir (ranah cipta atau kognitif) dan berperasaan (ranah rasa atau afektif). Sedangkan menurut Drs. Muhibbin Syah, M.Ed mengajar adalah sebuah proses kependidikan yang sebelumnya direncanakan dan diarahkan untuk mencapai tujuan serta dirancang untuk mempermudah belajar (Drs. Muhibbin Syah, M.Ed, 1995:34).
Antara kegiatan mengajar dengan kegiatan belajar keduanya memiliki hubungan yang sangat erat, integral dan tidak dapat dipisahkan. Karena dalam kegiatan proses belajar mengajar terjadi interaksi yang resiprokal, yakni adanya hubungan antara guru dengan siswa dalam situasi yang bersifat pengajaran (Drs. Muhibbin Syah, M.Ed, 1995:239-240). Sebelum proses kegiatan belajar mengajar dilaksanakan, hendaknya guru perlu menyusun perencanaan terlebih dahulu. Dalam menyusun perencanaan tersebut, guru harus mengorganisasikan seluruh elemen-elemen yang dibutuhkan dalam belajar. Adapun elemen-elemen tersebut meliputi :
a.       Tujuan pembelajaran yang menjadi tolak ukur bagi siswa untuk mencapai target pembelajaran, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
b.      Materi pembelajaran adalah sejumlah informasi yang berisi tentang pengetahuan yang harus dikuasai oleh siswa.
c.       Penilaian adalah seperangkat alat yang digunakan untuk mengukur kemajuan hasil belajar terhadap pengetahuan yang sudah dimilikinya.
Selain sasaran tertulis seperti yang tercantum dalam tujuan pembelajaran, masih terdapat sasaran tidak tertulis yang dikenal dengan “objektive in mind”.  Seperti yang telah dijelaskan dalam UUSPN/1989 Bab VII Psl 27 ayat 3, bahwa perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar siswa tidak hanya ditunjukkan oleh perubahan pada ranah kognitif saja, tetapi terjadi pula perubahan-perubahan lain pada ranah afektif dan psikomotorik. Perubahan yang mengarah pada ranah kognitif dapat dengan mudah diukur melalui sejumlah alat penilaian, seperti ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester dan ulangan kenaikan kelas. Sedangkan perubahan tingkah laku pada ranah afektif dan psikomotorik sangat sulit untuk diukur, hal ini masih saja terjadi karena baik guru maupun siswa menganggap bahwa perubahan tingkah laku tersebut tidak mempunyai arti yang signifikan. Meskipun demikian perubahan yang menuju pada tingkah laku afektif dan psikomotorik perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh. Karena perubahan ini mengarah pada bentuk perbuatan lain, seperti cara mengambil keputusan dengan bijaksana dan konstruktif . Dalam arti siswa dapat mengintegrasikan seluruh pengetahuannya tersebut menjadi perbuatan-perbuatan fisik secara nyata.
Agar mutu hasil belajar yang sudah ditetapkan dalam jangka panjang maupun jangka pendek oleh pemerintah, sekolah dan guru dapat tercapai, maka upaya yang dilakukan oleh guru adalah menggunakan model, tipe serta metode pembelajaran yang sekiranya dapat membantu siswa dalam kegiatan belajar. Oleh karena itu untuk menjawab faktor-faktor yang dapat menghambat kegiatan belajar siswa, maka penulis berusaha menggunakan model pembelajaran kooperatif learning tipe jigsaw.
Menurut Anita Lie (2004 : 8) bahwa model pembelajaran kooperatif adalah suatu pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil agar dapat bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai suatu tujuan. Di mana model pembelajaran ini bertujuan untuk mengembangkan aspek ketrampilan sosial sekaligus ketrampilan kognitif dan aspek sikap siswa. Dalam model pembelajaran kooperatif tersebut guru berusaha untuk menciptakan suasana belajar yang mendorong siswa saling membutuhkan dan saling ketergantungan positif satu sama lain. Saling ketergantungan positif dapat tercapai melalui :
a.       Saling ketergantungan dalam mencapai tujuan pembelajaran
b.      Saling ketergantungan dalam melaksanakan tugas, terhadap bahan atau sumber belajar
c.       Saling ketergantungan dalam didalam memainkan perannya masing-masing
d.      Saling ketergantungan memperoleh hasil atau hadiah yang diinginkan
Selain menciptakan suasana saling membutuhkan dan ketergantungan positif, model pembelajaran ini juga memiliki manfaat sebagai berikut ;
a.   Meningkatkan kemampuan untuk bekerjasama dan bersosialisasi.
b.   Melatih kepekaan diri, empati melalui variasi perbedaan sikap dan perilaku selama bekerjasama.
c.   Mengurangi rasa kecemasan dan menumbuhkan rasa percaya diri.
d.   Meningkatkan motivasi belajar, harga diri dan sikap perilaku positif, sehingga dalam pembelajaran kooperatif peserta didik akan tahu kedudukannya dan belajar untuk saling menghargai satu sama lain.
e.   Meningkatkan prestasi belajar melalui prestasi akademik, sehingga dapat membantu peserta didik dalam memahami konsep-konsep yang sulit.
Untuk mendukung keberhasilan dalam pelaksanaknaan model pembelajaran kooperatif  learning, maka perlu digunakan juga langkah-langkah metode jigsaw yang pertama kali dikembangkan oleh Elliot Aronson dan kawan-kawan dari Universitas Texas. Adapun langkah-langkah metode jigsaw adalah sebagai berikut :
a.       Kelas dibagi menjadi beberapa tim yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa dengan karakteristik yang hiterogin.
b.      Bahan akademik disajikan kepada siswa dalam bentuk teks, kemudian setiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari satu bagian dari bahan akademik tersebut.
c.       Para anggota dari beberapa tim yang berbeda bertanggung jawab untuk memperlajari suatu bagian akademik yang sama, kemudian berkumpul untuk saling membantu dalam mengkaji bahan tersebut. Oleh karena itu kumpulan siswa semacam ini disebut kelompok pakar (expert group).
d.      Selanjutnya para siswa yang berada dalam kelompok akar tersebut kembali kekelompok semula (home teams) untuk mengajarkannya kembali kepada para anggotanya agar dapat menguasai materi yang telah dipelajari dalam kelompok pakar.
e.       Setelah diadakan pertemuan dan diskusi dalam (home teams), kemudian para siswa dievaluasi secara individual mengenai bahan yang telah dipelajari. Sedangkan siswa yang memperoleh skor tertinggi diberi penghargaan oleh guru. 
B.     Kerangka Berpikir
Bahwasanya mutu hasil belajar dapat ditingkat oleh siswa baik secara individual maupun klasikal. Peningkatan mutu hasil belajar secara individual mengacu pada berkembangnya kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik siswa. Akan tetapi proses sosialisasi dan interaksi antar sesama siswa dengan lingkungan belajarnya perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh. Karena dalam proses tersebut, antar individu dapat memperoleh informasi yang berkaitan dengan pengetahuan dalam rangka mengembangkan kemampuan ranah kognitifnya.  
Oleh karena itu agar kegiatan belajar mengajar dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka guru perlu menetapkan materi bahan ajar yang disesuaikan dengan model, tipe, metode dan media pembelajaran yang tepat. Disamping itu, pemilihan model, tipe, metode dan media pembelajaran perlu disesuaikan dengan kondisi siswa yang memiliki tingkat kemampuan serta latar belakang yang berbeda-beda.
Salah satu alternatif pengembangan seluruh aspek kemampuan siswa melalui mata pelajaran sejarah adalah menggunakan model pembelajaran kooperatif learning. Dalam proses pembelajaran koperatif learning tersebut antar siswa dapat menjalin kerjasama dalam satu kelompok (home group) untuk memperoleh informasi yang berhubungan dengan pengetahuan. Dengan demikian proses pembelajaran tersebut dapat berpusat pada siswa atau student centered. Sedangkan peranan guru hanya sebagai mediator, fasilitator dan organisator terhadap seluruh unsur pembelajaran yang dibutuhkan oleh siswa.   
C.     Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir seperti tersebut diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut ;
“Penerapan model pembelajaran tipe jigsaw pada mata pelajaran sejarah dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X A di SMA Negeri 1 Karangreja tahun pelajaran 2010 / 2011(Pada kompetensi dasar mendeskripsikan tradisi sejarah dalam masyarakat Indonesia masa praaksara dan masa aksara)”.








BAB III
METODE PENILITIAN

A.    Setting Penilitan
Kegiatan penelitian tindakan kelas ini ditujukan pada siswa-siswi kelas X A di SMA Negeri 1 Karangreja yang diawali dengan penyusunan proposal dan pengajuan proposal. Setelah proposal diajukan dan mendapat persetujuan, maka dilanjutkan dengan penyusunan instrumen penelitian, pengumpulan data, analisis data, pembahasan dan penyusunan laporan hasil penelitian.
Adapun setting penelitian tindakan kelas ini meliputi ;
  1. Tempat Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Karangreja, Kabupaten Purbalingga, dengan mengambil obyek penelitian pada kelas X A. Di pilihnya kelas X A karena berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti oleh penulis, yakni mengenai rendahnya hasil belajar pada mata pelajaran sejarah.
  1. Waktu Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan selama 4 (empat) bulan, yakni antara bulan September 2010 sampai dengan bulan Desember 2010. Adapun pelaksanaan kegiatan ini dimulai dari penyusunan proposal dan instrumen pada bulan September 2010. Kemudian pada bulan Oktober dan Nopember 2010 dilakukan pengumpulan data melalui tindakan pada siklus I dan siklus II. Terhadap data-data yang telah diperoleh, kemudian dilakukan analisis dan pembahasan pada bulan Desember 2010. Setelah proses analisis dan pembahasan selesai, maka pada bulan Desember 2010 penulis menyusun laporan hasil penelitian tindakan kelas.
B.     Subjek Penelitian
Subjek yang diambil pada penelitian tindakan kelas ini adalah siswa-siswi di kelas X A SMA Negeri 1 Karangreja pada tahun pelajaran 2010 / 2011. Sedangkan jumlah siswa yang terdapat dalam kelas X A adalah 15 orang laki-laki dan 21 orang perempuan.
C.     Data dan Sumber Data
Sumber data merupakan sumber primer yang diperoleh dari subyek penelitian, berupa hasil-hasil ulangan harian yang dilaksanakan sebanyak 3 (tiga) kali sesuai dengan jumlah siklus yang dilaksanakan.
D.    Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data tentang hasil belajar siswa maka digunakan teknik tes yang terdiri dari 5 (lima) butir soal tes tertulis guna mengukur hasil belajar siswa. Sedangkan untuk mengetahui tingkat aktivitas dan partisipasi siswa dalam kegiatan belajar maka digunakan teknik observasi yang berupa lembar observasi aktivitas belajar siswa.
E.     Validasi Data
Untuk memperoleh data yang valid, maka terlebih dahulu perlu disusun instrument penelitian. Agar terpenuhi validitas teoritik, terutama validitas isi (Content Validity) disusunlah kisi-kisi soal untuk ulangan harian yang berkaitan dengan kompetensi dasar  mendeskripsikan tradisi sejarah dalam masyarakat Indonesia masa praaksara dan masa aksara.
F.      Teknik Analisa Data
Data yang diperoleh pada penelitian ini adalah berupa data kuantitatif mengenai tugas individu dan tugas kelompok. Selain itu diperlukan pula data kualitatif yang berasal dari hasil ulangan harian siswa. Untuk itu digunakan analisis deskriptif komparatif, yaitu membandingkan nilai hasil ulangan harian kondisi awal (sebelum dilakukan penelitian), hasil ulangan harian siklus 1 hasil ulangan harian pada siklus II dan hasil ulangan harian pada siklus III.
G.    Prosedur Penelitian
Desain penelitian dalam penelitian tindakan kelas ini, mengacu pada model Kurt Lewin sebagaimana terdapat dalam modul PTK yang diterbitkan Tim PUDI DIKDASMEN LEMLIT UNY.  Komponen pokok dalam penelitian tindakan kelas Kurt Lewin adalah :
1.   Perencanaan (planning)
2.   Pelaksanaan (acting)
3.   Pengamatan (observing)
4.   Refleksi (reflecting)
Hubungan keempat konsep pokok tersebut dapat digambarkan dengan diagram berikut (Tim Pudi Dikdasmen Lemlit UNY, 2008 : 6). Dari bagan tersebut dapat diuraikan beberapa kegiatan sebagai berikut :
1.   Siklus I
a.   Perencanaan ( Planning )
1.   Peneliti atau guru melakukan analisis kurikulum untuk mengetahui kompetensi dasar yang akan disampaikan kepada siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif learning tipe jigsaw.
2.   Membuat rencana pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif learning tipe jigsaw.
3.   Membuat lembar kerja siswa.
4.   Membuat instrumen yang akan digunakan pada siklus Penelitian Tindakan Kelas.
5.   Menyusun alat evaluasi pembelajaran.
b.   Tindakan ( Acting )
1.   Guru membagi siswa menjadi delapan kelompok yang terdiri satu kelompok pakar dan tujuh kelompok asal ( home group ) dari dengan anggota antara 4-5 orang siswa.
2.   Menyajikan materi pembelajaran.
3.   Setiap kelompok diberi materi diskusi
4.   Guru mengarahkan siswa dalam diskusi kelompok.
5.   Salah satu wakil pada setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi didepan kelas.
6.   Siswa diberi kesempatan untuk memberikan tanggapan terhadap presentasi yang disampaikan oleh wakil setiap kelompok.
7.   Guru memberikan kuis atau pertanyaan.
8.   Guru melakukan pengamatan terhadap kegiatan belajar siswa.
9.   Guru bersama siswa melakukan penguatan dan membuat kesimpulan hasil belajar siswa.
c.   Pengamatan ( Observasi )
1.   Guru mengamati kegiatan belajar siswa.
2.   Guru mengamati keaktifan siswa dalam kegiatan belajar.
3.   Guru mengamati kemampuan kerjasama siswa dalam diskusi kelompok.
d.   Refleksi
Penelitian Tindakan Kelas ini dapat berhasil jika sudah memenuhi beberapa syarat sebagai berikut :
1.   Sebagian besar siswa atau 75 % dari sejumlah siswa sudah berani dan mampu menjawab pertanyaan dari guru.
2.   Sebagian besar siswa atau 70 % dari sejumlah siswa sudah berani menanggapi dan mengemukakan pendapat tentang jawaban siswa yang lain.
3.   Sebagian besar siswa atau 70 % dari sejumlah siswa sudah berani dan mampu bertanya tentang materi pembelajaran pada guru.
4.   Lebih dari 80 % anggota kelompok aktif dalam mengerjakan tugas kelompoknya.
5.   Kelompok dapat menyelesaikan tugas dari guru sesuai dengan waktu yang disediakan.
2.   Siklus II
a.   Perencanaan ( Planning )
Peneliti membuat rencana pembelajaran berdasarkan hasil refleksi pada siklus pertama.
b.   Pelaksanaan ( Acting )
Guru melaksanakan model pembelajaran kooperatif learning tipe jigsaw berdasarkan rencana pembelajaran hasil refleksi pada siklus pertama.
c.   Pengamatan ( Observasi )
Peneliti melakukan pengamatan terhadap aktivitas pembelajaran model kooperatif learning tipe jigsaw.
d.   Refleksi ( Reflekting )
Peneliti melakukan refleksi terhadap pelaksanaan siklus kedua dan menyusun rencana ( planning ) untuk siklus ketiga.
3.   Siklus III
a.   Perencanaan ( Planning )
Peneliti membuat rencana pembelajaran berdasarkan hasil refleksi pada siklus kedua.
b.   Pelaksanaan ( Acting )
Guru melaksanakan pembelajaran model kooperatif learning tipe jigsaw berdasarkan rencana pembelajaran hasil refleksi pada siklus kedua.
c.   Pengamatan ( Observasi )
Peneliti melakukan pengamatan terhadap aktivitas pembelajaran model kooperatif learning tipe jigsaw.
d.   Refleksi ( Reflekting )
Peneliti melakukan refleksi terhadap pelaksanaan siklus ketiga dan menyusun analisis serta membuat kesimpulan atas pelaksanaan pembelajaran model kooperatif learning tipe jigsaw untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam embelajaran sejarah.
H.  Indikator Kinerja
Dalam kegiatan Penelitian Tindakan Kelas ini akan melihat indikator kinerja baik pada guru maupun siswa. Karena fungsi guru sebagai fasilitator sangat besar pengaruhnya pada kinerja siswa.
1.      Kinerja Guru
a.       Dokumentasi yaitu berupa kehadiran siswa.
b.      Observasi yaitu hasil pengamatan terhadap kegiatan belajar siswa.
2.      Kinerja Siswa
a.       Tes yaitu berupa rata-rata nilai ulangan harian.
b.      Observasi yaitu berupa keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar mata pelajaran sejarah.
BAB IV
HASIL PENELITIAN

A.  Deskripsi Awal
TABEL 1
Data hasil ulangan harian ke 1
NO
KETERANGAN
BELUM MENGGUNAKAN JIGSAW
ULANGAN HARIAN KE 1
1
Rata-rata
64
2
Nilai tertinggi
70
3
Nilai terendah
55
4
Jumlah siswa seluruh
36
5
Jumlah siswa yang belum tuntas
16
6
Jumlah siswa yang sudah tuntas
20
7
Prosentase ketuntasan
56
Sebelum penelitian tindakan kelas dilaksanakan, tingkat penguasaan siswa terhadap materi sejarah pada kompetensi dasar “Menjelaskan pengertian dan ruang lingkup sejarah“ masih sangat rendah. Berdasarkan hasil analisis ulangan harian dapat diketahui bahwa dari sejumlah 36 orang siswa pada kelas X A hanya 20 orang atau 56% yang dapat mencapai ketuntasan belajar. Sedangkan sisanya yaitu 16 orang atau 44 % belum dapat menguasai materi pembelejaran dengan baik.
Rendahnya daya serap siswa terhadap materi pembelajaran kerena guru masih menggunakan model pembelajaran tradisional, dimana kegiatan belajar mengajar masih berpusat pada guru, sedangkan aktivitas belajar siswa masih diabaikan. Pada model pembelajaran tradisional seluruh informasi berasal dari guru, sedangkan siswa hanya menerima secara pasif. Siswa hanya mengerjakan semua tugas yang disampaikan oleh guru, tetapi tidak pernah memperoleh umpan balik, sehingga tidak dapat mengetahui kelebihan dan kekurangannya. Model pembelajaran yang berpusat pada guru tersebut dapat menimbulkan kejenuhan, rendahnya partisipasi dan aktifitas belajar pada siswa.
Untuk mengatasi masalah tersebut hendaknya guru melakukan perbaikan baik terhadap perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif learning tipe jigsaw. Kemudian mengadakan pembinaan kepada siswa agar dapat memahami dan melaksanakan model pembelajaran kooperatif learning tipe jigsaw.
B.  Hasil Penelitian Siklus I
Terlebih dahulu peneliti atau guru menyusun perencanan dengan  melakukan analisis terhadap kurikulum untuk menentukan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan disampaikan kepada siswa. Kemudian memahami langkah-langkah model pembelajaran kooperatif learning tipe jigsaw dan membuat rencana pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif learning tipe jigsaw. Membuat lembar kerja siswa dan menyusun alat evaluasi pembelajaran.
Pelaksanaan pembelajaran pada saat awal siklus pertama, belum sesuai dengan rencana. Hal ini disebabkan karena sebagain siswa belum terbiasa dengan kondisi belajar berkelompok. Serta masih terdapat kelompok yang belum dapat memahami dan melaksanakan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif learning tipe jigsaw secara utuh dan menyeluruh. Untuk mengatasi masalah tersebut diatas maka perlu dilakukan upaya dengan memberi pengertian kepada siswa mengenai kondisi kelompok, kerjasama kelompok, keikutsertaan siswa dalam kelompok. Selanjutnya guru membantu dan membimbing kelompok yang belum memahami langkah-langkah model pembelajaran kooperatif learning tipe jigsaw.
Pada saat saat akhir siklus pertama guru memperoleh kesimpulan bahwa siswa mulai terbiasa dengan kondisi belajar berkelompok, dapat memahami dan melaksanakan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif learning tipe jigsaw.
Hasil evaluasi siklus I yang berkaitan dengan penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran sudah menacapai katergori baik dengan perolehan skor nilai rata-rata yaitu 71. Dimana setelah hasil ulangan harian ke 2 dianalisis hanya 26 orang atau 72 % yang dapat mencapai ketuntasan, sedangkan sisanya yaitu 10 orang atau 28 % belum tuntas. Meskipun tingkat ketuntasan belajar pada siklus I belum dapat mencapai 75 % sudah mulai ada peningkatan jika dibandingkan dengan hasil ulangan harian ke 1 yang belum menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
Untuk memperbaiki pelaksanaan pembelajaran pada siklus I maka perlu diadakan refleksi dan perencanaan ulang. Langkah-langkah perbaikan hendaknya memperhatikan kondisi siswa yang belum terbiasa dengan model pembelajaran kooperatif learning tipe jigsaw, sehingga masih merasa kurang senang dan antusias dalam belajar. Sedangkan terhadap kelompok yang belum menyelesaikan tugas dengan waktu tepat waktu dan belum dapat mempresentasikan hasil tugasnya perlu mendapat perhatian dan bimbingan yang intensif.
Untuk meperbaiki kelemahan dan mempertahankan keberhasilan yang telah dicapai pada siklus pertama, maka pada pelaksanaan siklus kedua guru perlu memberikan motivasi dan membimbing kelompok agar lebih aktif dan dapat menguasai langkah-langkah model pembelajaran kooperatif learning tipe jigsaw. Sedangkan bagi kelompok yang sudah yang sudah menguasai model pembelajaran kooperatif learning tipe jigsaw hendaknya guru perlu memberikan pengakuan atau penghargaan (reward).
C.  Deskripsi Hasil Penelitian Siklus II
Seperti pada siklus pertama siklus kedua terdiri dari empat tahap yakni perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi serta replaning, sebagai berikut :
1.      Perancanaan pada siklus kedua berdasarkan planing siklus pertama, dimana guru memberikan motivasi kepada kelompok agar lebih aktif lagi dalam kegiatan pembelajaran. Kemudian membimbing kelompok yang masih mengalami kesulitan pada kegiatan diskusi serta memberikan pengakuan atau penghargaan pada kelompok yang sudah mampu melaksanakan kegiatan diskusi.
2.      Pada pelaksanaan pembelajaaran siklus II suasana pembelajaran sudah mengarah pada model pembelajaran kooperatife learning tipe jigsaw. Siswa sudah mampu mengerjakan lembar kerja akademik yang diberikan oleh guru dengan baik dan tepat waktu. Selain itu sudah terdapat aktivitas siswa untuk saling membantu dalam menguasai materi pelajaran melalui kegiatan diskusi antar sesama kelompok. Sebagian besar siswa merasa termotivasi untuk bertanya dan menanggapi suatu presentasi dari kelompok lain sehingga pada gilirannya sudah tercipta suasana pembelajaran yang efektif dan menyenangkan.
3.      Hasil evaluasi penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran pada siklus kedua melalui ulangan harian ke 3 sudah termasuk kategori baik yakni dari skor ideal 100 nilai rata-rata skor perolehan adalah 73. Selain itu prosentase ketuntasan belajar sudah mengalami kenaikan dari 72 % pada siklus I menjadi 86 % pada siklus II.
4.      Refleksi dan Perencanaan Ulang terhadap pelaksanaan pembelajaran pada siklus II mengalami kemajuan perlu ditindak lanjuti agar kegiatan pembelajaran pada siklus III mencapai kemajuan yang lebih optimal. Hal ini didasarkan pada kegiatan pembelajaran siklus II yang sudah mengalami kemajuan dimana aktivitas siswa dalam kegiatan belajar sudah mengarah ke pembelajaran kooperatif dan siswa sudah dapat menjalin kerjasama kelompok  dengan baik. Sehingga pada kegiatan belajar siklus II ini siswa dapat memahami dan menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru dengan baik dan tepat waktu. Kemudian pada akhir kegiatan diskusi siswa sudah dapat mempresentasikan hasil kerjanya. Terjadinya peningkatan aktivitas belajar siswa tidak lepas dari peran guru yang sudah memberikan bimbingan secara intensif terhadap siswa yang masih mengalami kesulitan dalam diskusi kelompok. Sehingga pada siklus II guru sudah dapat mempertahankan suasana pembelejaran model kooperatif tipe jigsaw serta dapat meningkatkan hasil belajar siswa melalui ulangan harian ke 3 dengan perolehan skor nilai rata-rata yaitu 73 sedangakan tingkat ketuntatasan belajar siswa pada siklus ketiga naik menjadi 86 %.
D.  Deskripsi Hasil Penelitian Siklus III
Siklus ketiga terdiri dari empat tahap yakni perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi serta replaning, sebagai berikut :
  1. Perancanaan ( Planing ) pada siklus ketiga ini berdasarkan replaning siklus kedua  dimana guru memberikan motivasi dan membimbing siswa agar dapat meningkatkan aktivitas belajar melalui diskusi kelompok. Kemudian memberikan pengakuan kepada kelompok yang dapat menyelesaikan tugas dengan baik dan tepat waktu.
2.   Pada pelaksanaan siklus III suasana pembelajaran sudah lebih maju lagi yang mengarah pada pembelajaran kooperatif learning tipe jigsaw. Dimana setiap kelompok sudah mampu mengerjakan lembar kerja akademik yang diberikan oleh guru dengan lebih baik lagi. Sudah menunjukkan adanya usaha saling membantu dan kerjasama baik antar siswa maupun kelompok untuk menguasai materi pembelajaran melalui kegiatan diskusi dan tanya jawab. Siswapun sudah termotivasi untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok dan memberikan tanggapan terhadap hasil diskusi kelompok lain. Dengan demikian pelaksanaan pembelajaran pada siklus III ini sudah tercipta suasana pembelajaran yang efektif dan menyenangkan.
3.   Hasil evaluasi pada siklus ketiga penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran melalui ulangan harian ke 4 dengan perolehan nilai rata-rata 76 dari skor ideal 100. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat penguasaan materi pelajaran sejarah oleh siswa sudah termasuk kategori sangat baik dengan prosentase tingkat ketuntasan belajar mencapai 100 % dari 36 orang siswa. Sedangkan pencapaian nilai tertinggi adalah 95 dan nilai terendahnya adalah 86, dengan demikian sudah dapat mencapai kriteria ketumtasan minimal (KKM) yang sudah ditetapkan yaitu 86. Sebagai bahan perbandingan pencapaian hasil belajar siswa maka dibawah ini disajikan tabel hasil belajar siswa :









TABEL 2
Data perolehan hasil ulangan harian
NO
KETERANGAN
BELUM MENGGUNAKAN JIGSAW
SUDAH MENGGUNAKAN JIGSAW
uh ke 1
uh ke 2
uh ke 3
uh ke 4
1
Rata-rata
64
71
73
76
2
Nilai tertinggi
70
91
92
95
3
Nilai terendah
55
59
59
68
4
Jumlah siswa seluruh
36
36
36
36
5
Jumlah siswa yang belum tuntas
16
10
5
0
6
Jumlah siswa yang sudah tuntas
20
26
31
36
7
Prosentase ketuntasan
56
72
86
100
4.   Refleksi terhadap keberhasilan yang diperoleh pada siklus ketiga karena aktivitas siswa dalam kegiatan sudah mengarah ke pembelajaran kooperatif learning tipe jigsaw dengan lebih baik lagi. Siswa sudah mampu membangun kerjasama dalam kelompok dan turut berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar, sehingga dapat memahami tugas yang diberikan oleh guru dan mengerjakannya dengan lebih baik serta tepat waktu. Terjadinya peningkatan aktivitas belajar ini karena siswa dalam diri sudah muncul motivasi belajar untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa ini karena didorong oleh keinginan guru untuk mempertahankan suasana pembelajaran yang aktif dan menyenangkan sehingga pada gilirannya siswa dapat memahami dan melaksanakan model pembelajaran kooperatif learning tipe jigsaw.


























BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A.    Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1.      Penerapan model pembelajaran kooperatif learning tipe jigsaw dapat meningkatkan aktivitas belajar mengajar yang dapat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa maupun kinerja guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran yang efektif dan efisien.
2.      Hasil penguasaan siswa terhadap materi pelajaran menunjukkan adanya peningkatan dengan nilai perolehan rata-rata 64 pada ulangan harian ke 1 yang belum menggunakan model pembelajaran kooperatif learning tipe jigsaw. Setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif learning tipe jigsaw nilai ulangan harian siswa mengalami peningkatan secara bertahap yaitu pada siklus I mencapai nilai rata-rata 71. Dengan diadakannya refleksi dan perencanaan ulang maka terjadi peningkatan yang labih baik lagi, dimana pada siklus II mencapai nilai rata-rata 73 sedangkan pada siklus II mencapai nilai rata-rata 76.
3.      Sedangkan prosentase tingkat ketuntasan belajar siswa mengalami kemajuan yang signifikan mulai dari 56 % pada ulangan harian ke 1 yang belum menggunakan model pembelejaran kooperatif learning tipe jigsaw menjadi 72 % pada siklus I. Sedangkan pada siklus II prosentase ketuntasan naik menjadi 86 % sudah termasuk kategori baik diatas 75 % dan pada akhir siklus III prosentase ketuntasan sudah termasuk kategori lebih baik yaitu menjadi 100%.
4.      Melalui pembelajaran kooperatif learning tipe jigsaw siswa dapat membangun kerjasama kelompok dalam rangka untuk memperoleh pengetahuan, langkah-langkah penyelesaian masalah dengan cara saling memberikan bantuan baik secara individual maupun kelompok.
5.      Melalui pembelajaran kooperatif learning tipe jigsaw, maka pembelajaran sejarah menjadi lebih berarti dan menyenangkan.
B.     Saran
Dengan demikian bahwa pembelajaran kooperatif learning tipe jigsaw dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar pada diri siswa baik secara individual maupun kelompok pada mata pelajaran sejarah. Oleh karena itu maka kami menyampaikan saran-saran sebagai berikut :
1.      Dalam setiap kegiatan pembelajaran seyogyanya guru menggunakan pembelajaran kooperatif learning tipe jigsaw sebagai suatu alternatif untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa khususnya pada mata pelajaran sejarah.
2.      Karena kegiatan penelitian tindakan kelas sangat bermanfaat bagi guru dan siswa, maka diharapkan agar kegiatan ini perlu dilanjutkan agar kegiatan belajar mengajar menjadi lebih efektif dan efisien.








DAFTAR PUSTAKA


1.      Suwandi, Sarwidji, Penelitian Tindakan Kelas dan Penulisan Karya Ilmiah, Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13, UNS Press, Surakarta, 2010.
2.      -----------------------, Undang-Undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional No. 2 Th. 1989, Sinar Grafika, Jakarta, 1992.
3.      Drever, James, Kamus Psikologi, Bina Aksara, Jakarta, 1998.
4.      Hidayatullah, Furqon. M, Pengembangan Profesionalisme Guru, Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13, UNS Press, Surakarta, 2010.
5.      Kunandar, S.Pd, M.Si. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru, Rajawali Pers, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2010.
6.      Santyasa, Wayan, I, Metodologi Penelitian Tindakan Kelas, Universitas Pendidikan Ganesha Press, Singaraja, 2007.
7.      Syah, Muhibbin, Drs. M.Ed, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1995.
8.      Sugiyanto, Drs, M.Si, M.Si, Model-Model Pembelajaran Inovatif, Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13, UNS Press, Surakarta, 2009.