Pusatnya di pegunungan
Bacson dan propinsi Hoabinh, dekat Hanoi, Vietnam. Ciri-cirinya adalah
penyerpihan pada satu atau dua sisi permukaan batu kali yang berukuran satu
kepalan sehingga bagian tepinya menjadi sangat tajam. Hasil penyerpihan menunjukkan
berbagai bentuk, seperti lonjong, segi empat, dan ada yang bentuknya
berpinggang. Di wilayah Indonesia, alat-alat batu kebudayaan
Bacson-Hoabinh ditemukan di Papua, Sumatra, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Penyelidikan terhadap
kjokkenmoddinger (bukit kerang hasil sampah dapur) oleh Dr. P.V. Van
Stein Callenfels tahun 1925, ditemukan kapak genggam Sumatra (Kapak Sumatralit), kapak pendek (hache courte),
batu penggiling (pipisan), ujung mata panah, flakes, dan kapak Proto
Neolitikum.
Ras Papua Melanesoid kehidupannya sudah setengah menetap, sedangkan
cara memenuhi kebutuhan makan dengan berburu, dan bercocok tanam sederhana. Gua menjadi tempat tinggal seperti layaknya rumah,
sehingga pada bagian dapurnya terdapat bukit sampah. Ras ini merupakan
pendukung kebudayaan Mesolitikum yang sudah mengenal kesenian, seperti
lukisan mirip babi hutan yang ditemukan di Gua Leang-Leang (Sulawesi) yang memuat gambar binatang dan cap
telapak tangan.
Mayat dikubur dalam gua
atau bukit kerang
dengan sikap jongkok, beberapa bagian mayat diolesi dengan cat merah. Merah
adalah warna darah, tanda hidup, dengan maksud agar dapat mengembalikan
kehidupannya sehingga dapat berdialog.
Alat-alat batu jenis
kebudayaan Bacson-Hoabinh ditemukan di Lhokseumawe dan Medan (Sumatera), lembah
Bengawan Solo (Jawa Tengah). Alat tersebut diperkirakan dipergunakan oleh jenis
Pithecanthropus erectus di Trinil, Jawa Timur.Peralatan dibuat dengan
cara yang sederhana, belum diserpih dan belum diasah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar