Pada abad ke -16 di pulau Jawa terdapat beberapa kerajaan, seperti :
Majapahit, Demak, Pajang, Banten, Cirebon dan Mataram-Islam. Sedangkan agama
Islam yang berkembang secara berangsur-angsur berpengaruh pada terjadinya
proses transisi dari kekuasan Indonesia-Hindu dan Budha menuju ke
Indonesia-Islam. Terjadinya proses transisi yang demikian berpengaruh pada
kehidupan politik, sosial dan ekonomi
Wilayah Kerajaan
Ketika kerajaan Mataram Islam dierintah
oleh Sultan Agung (1613-1645), wilayah kekuasaan meliputi Jawa Tengah, Jawa
Timur dan sebagian Jawa Barat. Kemudian wilayah kerajaan dibagi menjadi :
1) Wilayah Pusat, dibagi menjadi dua yaitu :
a) Kutanegara atau Kutagara sebagai
pusat pemerintahan dengan pusatnya adalah istana atau keraton yang berkedudukan
di ibukota kerajaan.
b) Negara Agung, merupakan wilayah yang mengitari Kutanegara atau Kutagara. Menurut
Serat Pustaka Raja Purwa, wilayah
Negara agung di bagi menjadi empat bagian, yaitu daerah Kedu, Siti Ageng atau Bumi Gede, Bagelen dan Pajang. Pada jaman pemerintahan Sultan Agung, masing-masing daerah
dibagi menjadi dua :
1. Untuk daerah Kedu dibagi menjadi Siti
Bumi dan Bumijo yang terletak
disebelah barat dan timur sungai Progo.
2. Daerah Siti Ageng, dibagi
lagi menjadi daerah Siti Ageng Kiwa
dan Siti Ageng Tengen.
3. Daerah Bagelen, dibagi
menjadi daerah Sewu yang terletak
diantara sungai Bogowonto dan Sungai Donan di Cilacap. Daerah Numbak Anyar diantara sungai Bogowonto
dan sungai Progo
4. Daerah Pajang, dibagi menjadi Panumpin
yang meliputi daerah Sukowati dan daerah Panekar yaitu di Pajang.
2) Wilayah Daerah disebut Mancanegara, terdapat diluar wilayah Negara Agung, tetapi
tidak termasuk daerah pantai. Mancanegara meliputi Jawa Tengah dan Jawa Timur,
sehingga dibagi menjadi Mancanegara Timur (Mancanegara
Wetan) dan Mancanegara Barat (Mancanegara Kilen). Sedangkan wilayah
kerajaan yang terletak ditepi pantai disebut Pasisiran yang kemudian dibagi lagi menjadi Pesisir Timur (Pasisiran Wetan) dan Pesisir Barat (Pasisiran Kilen). Sebagai batas kedua
daerah pasisiran adalah sungai Tedunan atau sungai Serang yang mengalir di
antara Demak dan Jepara.
Setelah pengaruh VOC Belanda masuk ke
kerajaan Mataram Islam maka pada abad ke -18 terjadi perubahan wilayah
kerajaan. Hal ini terjadi setelah VOC Belanda ikut campur tangan terhadap
pemerintahan, sehingga terjadi pertentangan dan perang saudara antar keluarga
raja. Sebagai imbalan atas bantuan menyelesaikan pertentangan, maka VOC dapat
menguasai daerah-daerah kekuasaan kerajaan Mataram Islam.
Setelah Perang Trunojoyo berakhir
(1678) maka Mataram Islam harus menyerahkan daerah Karawang, sebagian daerah
Priangan dan Semarang. Pada tahun 1705 Mataram harus menyerahkan sisa daerah
Priangan dan setengah bagian timur pulau Madura kepada VOC Belanda. Pantai
utara Jawa dan seluruh pulau Madura kemudian diserahkan lagi oleh Mataram Islam
kepada VOC Belanda sebagai imbalan atas jasanya menyelesaikan Perang Cina
(1743). Pada perjanjian Gianti (1755) Mataram Islam oleh VOC Belanda dipecah
lagi menjadi Surakarta dan Yogyakarta. Sedangkan antara tahun 1757 dan 1813,
oleh VOC Belanda wilayah Surakarta dipecah lagi menjadi Mangkunegaran dan
wilayah Yogyakarta dipecah menjadi Pakualaman.
Pada masa pepmerintahan Gubernur
Jendral Herman Willem Daendels (1808-1811) terjadi perubahan lagi. Di mana pada
peraturan baru pada upacara penerimaan Residen di istana Surakarta dan istana Yogyakarta,
Residen harus dihormati didua kerajaan tersebut sebagai wakil pemerintah
Belanda serta kedudukannya sejajar dengan raja. Peraturan Gubernur Jendral
Herman Willem Daendels dapat diterima oleh istana Surakarta, tetapi ditolak
oleh istana Yogykarta, sehingga Sultan Hamengkubuwono II pada tahun 1810
diturunkan secara paksa melalui ekpedisi militer yang dipimpin oleh Gubernur
Jendral Herman Willem Daendels sendiri.
Ketika Inggris berhasil merebut
kekuasaan Belanda di Jawa pada tahun 1812, Sultan Hamengkubuwono II
bersama-sama Sunan Surakarta menentang kekuasaan Inggris. Melalui ekspedisi
militer, maka Inggris berhasil memaksa dua orang raja tersebut turun tahta dan
menandatangani perjanjian pada tanggal 1 Agutus 1812. Dengan demikian Mataram
Islam harus kehilangan wilayahnya lagi seperti : Kedu, sebagian Semarang,
Rembang dan Surabaya diserahkan pada Inggris. Setelah Perang Diponegoro,
wilayah kerajaan Mataram menjadi tambah sempit yaitu hanya Pajang, Mataram,
Sukowati dan Gunung Kidul.
b.
Raja dan Bangsawan
Raja merupakan sentral yang memiliki
kekuasaan didalam wilayah negara. Legelitas kedudukan dan kekuasaan diperoleh
secara turun temurun atau warisan tradisi. Kecuali pada Panembahan Senopati
yang pada tahun 1575 memperoleh kedudukan dan kekuasaan karena didasarkan pada kharisma
serta memiliki kelebihan pada kemampuan kepribadiannya.
Proses pengangkatan raja baru
didasarkan pada keturunan yang memiliki hak waris, yang menurut tradisi istana
adalah putra laki-laki tertua dari raja dengan pemaisuri (garwa padmi). Akan
tetai jika tidak ada, maka putra laki-laki tertua dari istri selir (garwa
ampeyan) dapat diangkat sebagai pengganti raja. Namun apabila diantara keduanya
tidak ada, maka saudara laki-laki, paman atau saudara laki-laki tertua dari
ayah dapat diangkat sebagai pengganti raja. Penyimpangan pengangkatan raja
dapat terjadi, jika calon yang berhak tidak memenuhi syarat-syarat sebagai
raja, seperti sakit ingatan atau cacat badan. Pemakaian gelar raja pada kerajaan
Mataram-Islam yaitu: Panembahan,
Susuhunan (Sunan), dan Sultan.
c.
Birokrasi
Struktur birokrasi kerajaan
Mataram_islam berdasarkan pada jabatan-jabatan yang disusun secara hierarkhis
mengikuti sistim pembagian wilayah kerajaan. Sistim pemerintahan dibedakan
menjadi :
1. Pemerintahan Dalam Istana (
Peprintahan Lebet )
Untuk mengurusi pemerintahan dalam istana diserahkan pada empat
orang pejabat Wedana Dalam (Wedana Lebet)
yang terdiri dari Wedana Gedong Kiwa,
Wedana Gedong Tengen, Wedana Keparak Kiwa, dan Wedana Keparak Tengen.
Adapun tugas Wedana Gedong adalah mengurusi masalah keuangan dan perbendaharaan
istana, sedangkan tugas Wedana Keparak adalah mengurus keprajuritan dan
pengadilan. Gelar yang digunakan oleh para wedana biasanya Tumenggung atau Pangeran
jika pejabat tersebut keturunan raja. Masing-masign wedana lebet ini dibantu
oleh seorang kliwon yang sering juga disebut sebagai Papatih atau Lurah Carik
dengan memakai gelar Ngabehi.
Dibawahnya lagi terdapat Kebayan dan
40 orang Mantri Jajar.
Sebelum tahun 1744 diatas jabatan wedana terdapat jabatan Patih Dalam (Patih Lebet) dengan tugas untuk
mengkoordinasikan wedana-wedana tersebut. Namun sejak tahun 1755 jabatan Patih
Dalam (Patih Lebet) dihapus.
Pemerintahan di Kutagara diurusi oleh dua orang Tumenggung yang langsung dibawah perintah raja. Kedudukan Tumenggung bersama empat Wedana Lebet cukup penting, yaitu
sebagai anggota Dewan Tertinggi Kerajaan. Berbeda dengan Kartasura yang pada
tahun 1744 menugaskan 4 orang pejabat untuk mengurusi daerah Kutagara, dimana salah satu diantaranya
diangkat sebagai kepala.
Wilayah Negara Agung termasuk bagian dari pusat kerajaan, dimana
pada tiap-tiap daerah dipimpin oleh Wedana Luar (Wedana Jawi). Sehingga sesuai dengan nama daerh masing-masing maka
terdapat sebutan : Wedana Bumi, Wedana
Bumija, Wedana Sewu, Wedana Numbak Anyar, Wedana Siti Ageng Kiwa, Wedana Siti
Ageng Tengen, Wedana Panumping dan Wedana Panekar. Para wedana ini juga
dibantu oleh Kliwon, Kebayan dan 40 orang
Mantra Jajar. Sedangkan yang mengkoordinasi para wedana ini adalah seorang
Patih Luar (Patih Jawi) dengan tugas
mengurusi wilayah Negara Agung dan Wilayah Daerah (Mancanegara). Sedangkan
ditanah-tanah lungguh ini para bangsawan mengangkat seorang Demang atau Kayi Lurah.
2.
Pemerintahan Luar Istana (Peprintahan Jawi)
Tugas pemerintahan luar istana adalah mengurusi daerah-daerah
diwilayah mancanegara baik Mancanegara Timur (Mancanegara Wetan) maupun Mancanegara Barat (Mancanegara Kilen). Untuk mengurusi daerah mancanegara ini, maka
raja mengangkat Bupati yang dipimpin oleh Wedana Bupati. Adapun tugas Wedana
Bupati adalah mengkoordinasi dan mengawasi semua bupati-bupati yang menjadi
kepala daerah masing-masing, serta bertanggungjawab langsung kepada raja atas
pemerintahan daerah dan kelancaran pengumpulan hasil-hasil daerah yang harus
diserahkan pada pusat.
Sedangkan pada daerah pesisir, seperti Pesisir Timur (Pesisiran Wetan) dipimpin oleh Wedana
Bupati yang berkedudukan di Jepara, dan Pesisir Barat (Pesisiran Kilen) dipimpin oleh Wedana Bupati yang berkedudukan di
Tegal.
Dalam bidang kemiliteran (keprajuritan) disusun gelar kepangkatan
secara hierarkhis dari atas ke bawah seperti : Senapati, Panji, Lurah, dan Bekel Prajurit. Selain itu juga
terdapat petugas mata-mata (telik sandi) dan semacam petugas kepolisian untuk
menjaga keamanan keamanan umum dalam kerajaan.
terimakasih postingannya ,sgt membantu :)
BalasHapus