Kamis, 16 Februari 2012

K.H. SAMAN HOEDI


A.      K.H. SAMANHOEDI PAHLAWAN KEMERDEKAAN NASIONAL
Pada jamannya ditahun 1900 K.H. Samanhoedi sudah menjadi orang kaya. Perusahaan batik yang dirintis dikampung Laweyan, Solo sudah berkembang, memiliki cabang di Surabaya, Banyuwangi, Bandung dan Tasikmalaya. Bahkan cabang perusahaan batiknya sampai di Negara Belanda. Asal mulanya hanya membuat batik tulis saja. Karena proses produksinya batik tulis cukup lama, sedangkan pesanan banyak, maka muncul ide untuk memproduksi lebih cepat dan banyak, yaitu menggunakan batik cap.
Pengusaha batik yang mempelopori revolusi batik cap adalah K.H. Samanhoedi dari Laweyan Solo. Selain memiliki keahlian dalam bidang bisnis, beliau juga memiliki jiwa pejuang. Sehingga oleh Presiden Soekarno, beliau diangkat dan ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Kemerdekaan melalui Kepres Nomor 540 tahun 1961, tanggal 29 Nopember 1961. Pada waktu usaha batiknya terkenal sampai di Belanda, beliau juga mulai merintis sebuah organisasi ronda kampong yaitu REKSA-RUMEKSA. Organisasi tersebut kemudian mejadi Sarekat Islam (SI), ada pula yang menyebutnya sebagai Sarekat Dagang Islam (SDI), pada tahun 1912. Ketika beliau mendirikan organisasi sudah berusia 34 tahun, lahir di Laweyan, Solo pada tahun 1868.
B.      DIAWASI BELANDA
Sarekat Islam berkembang dengan pesat, meskipun pada waktu masih dijajah oleh Belanda sudah berani mengadakan konggres di Solo tanggal 25 Maret 1913, K.H. Samahoedi terpilih sebagai ketua. Dengan memiliki 48 cabang dan 200.000 orang anggota, Sarekat Islam sudah memiliki Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) yang ditulis menggunakan huruf Jawa. Hal ini bertujuan agar supaya tidak mudah diketahui oleh penjajah. Setelah Sarekat Islam bertambah besar, beliau dapat berhubungan dengan tokoh-tokoh pergerakan nasional Indonesia, seperti H. Agus Salim, Ki Hajar Dewantoro, H.O.S. Tjokroaminoto dan lain-lain. Di sini beliau mengajak bangsa Bumi Putra agar bersatu, berjuang bersama, mencapai Indonesia merdeka.
Tetapi kegiatan Sarekat Islam dapat diketahui oleh penjajah Belanda. Sehingga  Gubernur Jendral Hindia Belanda yaitu Alexander William Frederik Idenburg (1909-1916) memerintahkan supaya SI-SI cabang atau lokal membuat AD/ART sendiri lepas dari SI pusat di Solo. Hal ini bertujuan agar Belanda dapat dengan mudah mengawasi dan mengontrol gerakan dan kegiatan SI. Usaha Belanda berhasil, sehingga terjadi perpecahan antara Central/Pusat Sarekat Islam di Solo dengan Sarekat Islam local/cabang. Dengan demikian Sarekat Islam local dapat disetir dan menjadi kendaraan bagi Belanda.
Setelah berhasil memisahkan SI Pusat dengan SI Lokal, selanjutnya Belanda berusaha memecah belah Saerkat Islam. Sehingga SI pecah menjadi SI putih yang berhaluan Islam dengan SI Merah yang berhaluan sosialis/komunis. Politik Devide Et Impera yang diterapkan oleh Belanda pada Sarekat Islam, bertujuan untuk memecah belah usaha-usaha yang dilakukan oleh para pejuang kemerdekaan Indonesia.
C.      MENDAPAT ANUGERAH BINTANG MAHA PUTRA DARI PRESIDEN SOEKARNO
Untuk menghormati perjuangan K.H. Samanhoedi melawan Belanda menggunakan organisasi, kemudian Pemerintah Indonesia memberikan penghargaan Bintang Maha Putra. Penghargaan tersebut diserahkan langsung oleh Presiden Soekarno di Jakarta pada tanggal 15 Februari 1962, kepada wakil keluarga yaitu Soekamto Samanhoedi putra K.H. Samanhoedi.
D.      MENDAPAT HADIAH RUMAH DARI PRESIDEN SOEKARNO
Meskipun K.H. Samanhoedi seorang pengusaha batik yang sukses, tetapi hidupnya tetap sederhana. Beliau suka menolong siapa saja yang membutuhkan, bahkan pada usia lanjut jiwa perjuangannya semakin besar. Uang hasil usahanya sedikit demi sedikit habis untuk membiayai perjuangan dan untuk amal djariah. Beliau memiliki jiwa sosial, tidak tega melihat kesengsaraan yang dialami oleh bangsanya. Akhirnya hartanya habis bahkan tidak memiliki rumah.
Melihat keadaan K.H. Samanhoedi yang hidupnya sengsara, kemudian Presiden Soekarno memberikan hadiah rumah di kampong Laweyan, Solo. Arsitek rumah untuk K.H. Samanhoedi dirancang sendiri oleh Presiden Soekarno.

E.       BIOGRAFI K.H. SAMANHOEDI
K.H. Samanhoedi dilahirkan di Solo pada tahun 1868. Mengikuti pendidikan Madrasah (setingkat Sekolah Rakyat) 6 tahun, kemudian menjadi santri di Pondok Pesantren Sidodermo, Surabaya. Pada usia 13 tahun melanjutkan sekolah di HIS Madiun. Wafat di Klaten pada tanggal 28 Desember 1956 dan dimakamkan di desa Mbanaran, Laweyan, Sukoharjo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar